Sabtu, 09 Mei 2009

PENTINGNYA PENGHARGAAN DAN HUKUMAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia, sekaligus tindakan sosial yang dimungkinkan berlaku melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan yang mampu menentukan watak pendidikan dalam suatu masyarakat melalui peranan-peranan individu di dalamnya yang diterapkan melalui proses pembelajaran. Belajar sendiri merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, yang idealnya harus menyentuh tiga aspek yaitu, kognitif, psikomotorik dan afektif. Berbicara tentang pendidikan dan belajar berarti berbicara tentang Genderang pendidikan yang sering digaungkan para tokoh pendidikan saat ini yaitu proses pembelajaran yang diorientasikan atau dipusatkan pada siswa (Student-centered learning). Intinya, siswa yang menjadi subjek dalam pembelajaran. Peranan mereka di dalam kelas haruslah melebihi peran guru dalam kelas. Jika pada awalnya peran mereka hanya sebatas pendengar yang baik tapi sekarang seiring dengan perkembangan zaman, peran siswa menjadi lebih dominan yaitu sebagai presenter yang mempresentasikan topik-topik dalam pembelajaran (80%). Sementara peran guru adalah sebagai fasilitator yang akan memberikan klarifikasi atas pemahaman dan pendapat siswa akan materi tersebut (20%). Tetapi semua proses belajar mengajar berpola SCL tersebut tidak akan terkondisi dengan baik, manakala motivasi untuk maju dan berperan aktif tidak dimiliki oleh siswa dan yang terpenting adalah tidak adanya penghargaan dan hukuman khusus yang diberikan oleh guru kepada siswa.
Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dituntut dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri peserta didik. Budiono (1998) mengemukakan bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik adalah dengan memberi mereka penghargaan dan hukuman yang mendidik yang dapat menantang adrenalin mereka sehingga peserta didik tersebut mampu mencetak prestasi-prestasi baru yang menggembirakan.
Untuk itu penghargaan dan hukuman tidak boleh terlepas dari ranah pendidikan yang mengacu pada 3 aspek yaitu kognitif (perubahan pengetahuan), psikomotorik (perubahan keterampilan) dan afektif (perubahan nilai dan sikap) seperti yang dibahas dalam Taxonomy Bloom, serta gaung inovasi pendidikan yang mengacu pada masa mendatang yang sarat dengan globalisasi. Guru harus jeli dalam hal pemilihan, penetapan, dan penggunaan strategi serta jenis penghargaan dan hukuman yang sesuai dengan sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas bukannya dendam kesumat yang bersarang dalam diri peserta didik untuk kemudian melakukan aksi pembalasan. Pemberian penghargaan yang tepat akan merangsang sisi positif siswa untuk lebih percaya diri menciptakan karya-karya baru dalam dirinya. Sementara pemberian hukuman yang tidak mendidik akan mengakibatkan pertengkaran yang pada akhirnya berujung dengan kematian seperti yang pernah dialami oleh para guru ataupun peserta didik di daerah Jawa, Sumatra dan sekitarnya di beberapa institusi pendidikan yang sangat terkenal sehingga menuntut para pendidik untuk lebih berhati-hati dalam menerapkan disiplin dan hukuman pada anak didiknya. Apalagi di era reformasi seperti sekarang ini, semua orang bebas mengemukakan pendapat, memberikan aspirasi bahkan protes keras jika menemukan sesuatu yang menyimpang dari Undang-Undang.
Oleh karena itu, guru harus memilah-milah mana penghargaan dan hukuman yang mendidik dan mana yang tidak. Guru juga harus mampu membentuk peserta didik yang cakap dan terampil secara iptek dan imtaq dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan. Peserta didik harus dipersiapkan untuk dapat menelaah masalah-masalah yang muncul dimasyarakat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi serta tantangan dunia yang semakin kompetitif.
Untuk menghadapi dunia yang semakin kompetitif guru inovatif sejatinya mampu memberikan banyak motivasi dan masukan-masukan positif berupa keterampilan-keterampilan yang harus dikembangkan oleh siswa dalam mengarungi kehidupan yang sukses, bahagia, dan bermartarbat dalam hidup bermasyarakat karena life skills merupakan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan sepanjang hayat dan menciptakan karya-karya baru berupa prestasi yang sangat menggembirakan (http://www.usoe.k.12.ut.us/curr/lifeskills/).
Di samping itu, memiliki motivasi yang dibarengi dengan kemampuan berpikir yang kompleks, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangun kerja sama yang solid dalam satu tim, berpikir inovatif dan kreatif, percaya diri dan terampil dalam hal pengambilan keputusan, berperan penting dalam masyarakat, bertanggung jawab, berkarakter dan beretika untuk terjun ke dunia kerja merupakan visi dan misi yang diemban pendidik untuk diterapkan kepada para peserta didiknya.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya nyata semacam evaluasi individual untuk mewujudkan perubahan pembelajaran yang dinamis berbasis life skills dalam dunia pendidikan. Pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman sekiranya mampu menciptakan peserta didik yang tangguh menghadapi beragam jenis mata pelajaran tanpa diliputi perasaan tertekan ataupun terbebani, hingga mengakibatkan kegagalan-kegagalan yang ditandai dengan menurunnya prestasi mereka.
Seperti yang sudah dipaparkan pada beberapa pernyataan di atas, peserta didik pada umumnya mengalami kegagalan-kegagalan dalam belajar karena kurangnya motivasi, penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh gurunya. Padahal akan lebih baik jika para siswa dipahami secara utuh oleh pendidik melalui evaluasi individual dengan mempertimbangkan karakteristik personalnya (Indun L Setiyono, 2005). Dan sebagai dasar untuk dapat memahami anak-anak yang merosot dalam hal prestasi, ada beberapa karakteristik umum :
1. Pengalaman kegagalan yang berulang-ulang; pengalaman ini akan memberikan pengaruh yang negatif pada proses belajar. Peserta didik yakin tidak akan berhasil belajar walaupun telah berusaha keras.
2. Keterbatasan fisik dan lingkungan; kondisi ini memungkinkan peserta didik mengalami kesulitan untuk menerima informasi dan kemampuan konseptual. Misalnya, anak dengan disfungsi minimal otak dapat mengalami distorsi perceptual.
3. Masalah motivasi dan penghargaan. Pengalaman tentang kegagalan akan menimbulkan kurangnya minat, motivasi dan antusias medan kemauan terhadap situasi belajar. Untuk itu pemberian motivasi dan penghargaan yang mendidik mampu menumbuhkembangkan kreasi para peserta didik.
4. Kecemasan akan hukuman. Kecemasan yang tidak jelas biasanya berasal dari perasaan akan kegagalannya yang akan terjadi . Karena kesulitan dalam belajar dan perasaan ditolak serta dihukum oleh guru dan orang tua, peserta didik cenderung untuk mengembangkan gambaran diri yang buruk. Perasaan ini dapat berkembang menjadi ketidakpedulian, melamun, perilaku yang gugup dan pendendam.
5. Perilaku yang tidak menentu, peserta didik dengan kesulitan belajar cenderung menampilkan perilaku yang tidak menentu dalam banyak situasi belajar. Secara umum perilaku ini muncul ketika kekurangan dirinya tampak jelas. Siswa akan menghindar atau menunjukkan penolakan terhadap situasi yang dianggapnya merupakan ancaman.
6. Evaluasi yang tidak tuntas. Diagnosa yang buruk menyebabkan terhambatnya pendidikan anak dengan kegagalan belajar. Karena anak yang sudah terlanjur di ”cap” lamban, terganggu secara emosional atau terbelakang tanpa melakukan pendekatan untuk mengetahui masalah spesifik dan kebutuhannya terlebih dahulu.
7. Pendidikan yang tidak tepat. Secara umum, anak dengan kegagalan belajar tidak mendapatkan pendidikan seperti yang diharapkannya. Contohnya saja, kurangnya fasilitas, guru yang tidak terlatih untuk senantiasa memberikan motivasi, penghargaan dan hukuman yang mendidik serta cara pandang masyarakat yang tidak mendukung.
Evaluasi individual di atas dapat menjadi acuan bagi para guru untuk lebih paham dengan kondisi peserta didik. Penulis berpikir, semakin paham kita akan kondisi siswa, semakin banyak inovasi-inovasi yang muncul dalam benak kita untuk segera ditularkan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan atau kegagalan dalam belajar. Dan tentu saja niat baik dari seorang guru untuk mencerdaskan anak bangsa, sangat menentukan tingkat keberhasilan peserta didik kini dan nanti. Dan karena begitu pentingnya pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman demi peningkatan prestasi belajar siswa, maka di sinilah letak sebuah tantangan yang harus dimiliki oleh pendidik. Pendidik yang mampu membuat peserta didiknya berhasil menggapai masa depannya. Pendidik yang berorientasi ke depan dan menjadi seorang motivator bagi para peserta didiknya. Pendidik yang senantiasa menggusung kalimat “ Keberhasilan” peserta didik adalah berkat pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman dari seorang pendidik yang maju terus, pantang mundur menciptakan para peraih nobel masa depan yaitu para siswa. Dan para siswa yang baik hendaknya memiliki cara pandang yang sama dengan guru yang senantiasa memberi mereka motivasi. Karena Siswa akan dikatakan berhasil dalam belajar apabila memiliki motivasi dan kreatifitas dalam belajar. Motivasi siswa dalam belajar adalah Kemauan, hasrat dan komitmen yang muncul dari dasar hati peserta didik untuk berdiri tegak dan maju dalam menggapai sebuah harapan positif. Sementara prestasi berupa kreatifitas siswa dalam belajar adalah kecakapan dan hasil karya seorang peserta didik yang dimiliki dari hasil apa yang telah dipelajari yang dapat ditunjukkan atau dilihat melalui hasil belajarnya ( Syah, 1995: 150 ).
Setiap siswa akan berprestasi apabila memiliki motivasi dan kemampuan belajar sebagaimana yang dikemukakan di atas. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah tidak semua siswa memilki motivasi dan kemampuan yang sama. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi dan kemapuan siswa dalam belajar, antara lain faktor internal, eksternal dan faktor pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman dari sang pendidik.
Contoh faktor internal yang mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa adalah dalam belajar adalah kesehatan dan intelegensinya. Siswa yang sehat dan mempunyai intelegensi yang baik akan mempunyai motivasi dan kesiapan yang lebih baik dalam belajar sehingga kemampuan belajarnya bisa optimal. Sebaliknya siswa yang kurang sehat akan sulit menerima pelajaran sehingga kemampuan belajarnya kurang optimal. Contoh faktor eksternal yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang mendukung akan membuat siswa mudah untuk menerima pelajaran, sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak mendukung, akan membuat siswa tidak tenang dalam belajar sehingga motivasi dan kemampuan siswa menjadi tidak optimal. Faktor pendekatan belajar dalam hal ini pembelajaran yang kreatif dan bervariasi yang dilakukan oleh guru juga akan memberikan motivasi dan kreatifitas belajar siswa yang berbeda. Siswa yang termotivasi dalam belajar akan memiliki kreatifitas yang lebih baik dari pada siswa yang belajar hanya sambil lalu saja (tidak mendalam). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa dalam belajar adalah adanya penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh guru. Pemberian penghargaan dapat berupa pendekatan pembelajaran secara khusus atau secara individual disertai dengan system reinforcement dan hadiah atas keberhasilan peserta didik ( Wenar, Charles, 1994 ). Sementara pemberian hukuman yang mendidik dapat berupa kompetisi yang sehat yang diberikan guru kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Misalnya, Jika siswa terlambat datang ke sekolah, atau tidak mengerjakan tugas atau PR nya tepat pada waktunya, maka para siswa tersebut akan ditandingkan satu sama lain seputar topik pembelajaran yang sedang dipelajari atau menjawab pertanyaan dari guru secara lisan. Mereka akan diadu kecepatannya dalam menjawab pertanyaan dari guru. Siapa yang tercepat dalam menjawabnya akan terbebas dari hukuman. Contoh lain yang bisa dilakukan oleh pendidik adalah praktek teknik petualangan, seperti membaca dan mengintrepretasikan peta, jungle survival, penelusuran gua (caving), hingga mencari dan menyelamatkan korban (Maha Adi, Bobby Gunawan, 2001). Tetapi semua itu harus tetap terkondisi dalam “indoor situation” atau di dalam kelas belajar.
Faktor-faktor tersebut bisa menjadi faktor penentu dan pembantu untuk meningkatan prestasi siswa dalam pembelajaran juga sebagai kunci keberhasilan proses belajar mengajar jika dilakukan dengan professional dan menuntut jerih payah guru untuk melaksanakannya dengan optimal. Kreatifitas belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menyerap pelajaran dengan cepat dan akhirnya berkreasi dan berprestasi. Dengan memberikan penghargaan yang tepat dan hukuman yang mendidik sekiranya dapat merangsang aktifitas berpikir siswa dengan cepat dan akhirnya dapat memunculkan reaksi, daya imajinasi dan jiwa kreatif dalam diri siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran tersebut. Kreatifitas belajar variatif akan membantu siswa untuk lebih termotivasi dan mampu dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan catatan guru tersebut haruslah konsisten untuk mengembangkan hasil kreasi siswa tersebut pada setiap tatap muka.Oleh karena itulah pemberian penghargaan berupa nilai mempunyai pengaruh yang sangat erat dengan peningkatan partisipasi hingga berujung pada prestasi belajar siswa. Dan karena peningkatan prestasi belajar siswa sangat variatif dan berbeda-beda untuk setiap individu, maka pemberian pada siswa tergantung pada cara guru dalam menerapkannya sehingga partisipasi dan prestasi belajar siswa dapat meningkat seperti yang diharapkan. Jadi, dapat dikatakan efektifitas pemberian penghargaan berupa nilai memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap peningkatan partisipasi dan prestasi belajar siswa.

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger