Jumat, 20 November 2009

MAAFKAN AKU NENEK MINAH...


Sedih hatiku melihat tayangan TV yang mempertontonkan kepada masyarakat luas di Indonesia bahkan di dunia tentang vonis pidana selama 1 bulan setengah tahanan rumah terhadap nenek Minah terkait kasus pencurian 3 buah kakao di Purwokerto Jawa Tengah. Aku tak menyangka kalau hal ini menimpa kepada orang yang seharusnya kita sayangi dan lindungi dalam mengarungi hidupnya yang tidak berapa lama lagi ditemani suami tercinta yang juga sama dengan dirinya, sama-sama tua. Aku cuma bingung, mengapa tidak ada rasa belas kasih kepada orang yang sudah berjasa terhadap bidang perkebunan dan pertanian di Indonesia mewakili para petani lainnya. Aku hanya berpikir, tidak adakah pihak yang mendukung keadilan untuk nenek Minah akibat 3 biji kakao yang harganya tidak seberapa sehingga nenekku sayang harus duduk di kursi pesakitan layaknya seorang terdakwa padahal nenek tidak melakukan apa-apa. Nenekku sayang hanya memungt 3 biji kakao yang jatuh dari pohonnya kemudian dipungut untuk ditanam kembali agar bisa tumbuh subur dan berbuah banyak. Subhanallah... masih ada kasih sayang dari nenek untuk menyuburkan habitat kakao yang mungkin jika tidak ada campur tangan nenek Minah yang lembut, tidak mungkin akan berkembang biak dengan sempurna. Mungkin jika dibandingkan dengan aku yang tidak pandai bercocok tanam, mana mungkin kakao tumbuh dengan subur jika tanganku yang menanamnya, melainkan tangan nenek Minah yang dibutuhkan oleh biji tersebut untuk hidup pada sebuah lahan karena nenek lebih profesional dalam hal berkebun dan bertani dibanding dengan aku yang berprofesi sebagai seorang pendidik. Aku sadar, aku tidak setegar nenek Minah yang kuat diterpa ujian yang sangat berat yang saya yakin orang lain pun tidak sanggup menahan ujian berat seperti yang dialami oleh nenek. Nenek sangat kuat hidup dalam garis kemiskinan dan tetap tersenyum walaupun cobaan kemiskinan dan fitnah orang datang silih berganti.


Nenek Minah, maafkan aku yang tidak bisa membantumu karena jarak kita yang sangat berjauhan. Aku hanya bisa membantumu dengan do'a tulus yang kupanjatkan kehadirat Allah SWT agar hidup nenek dan kakek senantiasa barokah dan jauh dari segala bentuk penzoliman yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak suka dengan rakyat kecil seperti kita, nek. Nenek, aku juga berjanji akan menjadi pendidik yang akan mencetak generasi yang jujur yang akan selalu membela kebenaran dan memberantas kezoliman, bukan sebaliknya. Generasi itu juga yang akan menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga tidak ada lagi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.


Nenek Minah, do'a ini berasal dari cucumu, seorang pendidik yang peduli dengan keberadaan orang-orang jujur dan bersih seperti nenek. Semoga Allah SWT meridhoinya. Amin!

Selasa, 07 Juli 2009

PENDIDIKAN GRATIS, MUNGKINKAH?


Menelusuri pemaparan yang disampaikan oleh saudara Jahar dalam situ resminya, Jahar.com yang mengangkat sebuah opini publik tentang pembiayaan, penulis merasa ada sebuah “ chemistry “ hangat yang tertuang melalui goresan tangan Jahar dan penulis yang hampir memiliki persamaan persepsi tentang sebuah kebijakan yang terkait dengan masalah pembiayaan pendidikan. Penulis merasakan bahwa pernyataan demi pernyataan yang di goreskan oleh buah pena sang Jahar sangat tepat untuk dijadikan tolak ukur sebuah kebijakan jujur dan bersih.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa pembiayaan pendidikan di Indonesia masih belum transparan. Hal ini terlihat dari banyaknya ketimpangan dan ketidakberesan yang terjadi seputar wacana pendidikan gratis, yang saat ini menjadi “ icon” pendidikan yang dapat membangunkan impian rakyat Indonesia yang telah terkubur bertahun-tahun untuk mendapatkan hak mereka bersekolah. Dan ternyata, iklan tersebut sangat bombastis sekali serta terkesan menghipnotis rakyat lewat semboyannya yang begitu meyakinkan , “ Sekolah, harus bisa, mau tak?!?!”
Padahal kalau kita mau menelaah secara utuh, yang namanya pendidikan gratis belum bisa diimplementasikan secara utuh. Karena makna kata gratis hanya terkait dengan bebas biaya SPP tapi selebihnya tidak. Rakyat masih memerlukan uang untuk membeli seragam sekolah, buku pegangan dan catatan, alat tulis menulis, tas, dan lain sebagainya. Jika semua kebutuhan pelajar difasilitasi maka sudah barang tentu, pendidikan layak dikatakan gratis.
Secara umum, pendidikan memang merupakan sumber kunci pembangunan ekonomi dan sekaligus sebagai outcome proses pembangunan. Investasi di suatu negara dapat diarahkan untuk pendidikan bangsa, melalui investasi pendidikan dasar, misalnya; berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan. Dalam waktu yang bersamaan, mungkin jalan yang paling efektif adalah membantu masyarakat biasa memperoleh kemanfaatan pembangunan dengan cara memperluas akses anak-anak terhadap pendidikan yang bermutu.
Salah satu faktor yang menyebabkan mengalami hambatan dalam pengelolaan pendidikan di negara kita adalah sistem pengelolaan sistem pendidikan yang bersifat sentralistik, sehingga pendidikan tersebut kurang aspiratif. Untuk itu perlu perubahan mendasar manajemen pendidikan dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi akan mengubah tatanan pengelolaan pendidikan mulai pemberdayaan pada tingkat birokrasi / Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan sampai dengan sekolah) sampai pada pemberdayaan masyarakat menjadi pola pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan SDM melalui penyelenggaraan program pendidikan.
Tapi terkadang pola desentralisasi juga belum menjamin pengelolalan keuangan pendidikan akan jauh lebih transparan dalam hal penggunaannya. Apalagi sekarang pola desentralisasi dikembangkan lagi menjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sudah barang tentu segala jenis pembiayaan pendidikan beserta pengelolaannya diserahkan kepada sekolah yang bersangkutan. Contohnya saja, kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB), seluruh masyarakat sangat paham bahwa tradisi yang sering berlaku pada setiap tahun ajaran baru, sebuah praktik bisnis yang selalu menjadi ladang persemaian bagi para pimpinan sekolah untuk meraup keuntungan lebih banyak lagi, demi menggemukkan “kantungnya” yang sudah mengerucut setelah setahun tidak terisi. Di sinilah, kita perlu memberlakukan kebijakan Badan Layanan Umum (BLU) untuk berperan lebih besar. Badan layanan umum ini akan mengelola pendanaan yang dihasilkan oleh sekolah dan institusi pendidikan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat umum, bukan untuk oknum tertentu. Dan ide brilian berupa mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi keuangan sektor publik. Uang yang telah didapat dari hasil penerimaan siswa baru lewat jalur khusus ataupun pindahan dari sekolah lain, akan dikelola oleh BLU dan dipergunakan untuk memfasilitasi pendidikan yang ada di sekolah tersebut bukan dikelola untuk memfasilitasi rumah dan tabungan para pimpinan sekolah atau oknum tertentu.
Kesimpulannya, pembiayaan pendidikan harus dikelola secara profesional dengan tidak berusaha mementingkan keuntungan pribadi di atas kepentingan masyarakat. Pemberlakuan kebijakan BLU adalah sebuah usaha yang harus mendapat dukungan penuh dari semua lapisan masyarakat dan menjadi sebuah parameter tindakan ke depan yang mudah-mudahan akan jauh lebih baik daripada sebelumnya. Semoga!

Rabu, 24 Juni 2009

PERENCANAAN PENDIDIKAN BERSIH, AWAL BANGKITNYA PENDIDIKAN BERMUTU


Perencanaan pendidikan adalah penggunaan analisis yang rasional dan sistematis terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan pendidikan lebih efektif dan efisien dalam menanggapi kebutuhan dan tujuan murid dan masyarakat.
Berbicara tentang tanggapan kebutuhan dan tujuan murid sebagai satu diantara tujuan perencanaan pendidikan itu sendiri, penulis berusaha mengkajinya secara detail tetapi tetap dalam ruang lingkup pendidikan.
Pada umumnya, kalau kita ingin membuat program untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia kita harus memastikan bahwa strategi-strategi yang direncanakan untuk menghadapi segala macam hal, dan yang di utamakan adalah kebutuhan dasar untuk mengajar dan situasi yang nyaman dan aman di semua sekolah (termasuk listrik/air). Sebagai contoh, ada beberapa isu yang terjadi di dunia pendidikan seperti :
Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta, 30.000 Desa Belum Teraliri Listrik, dan 55 juta orang tidak memiliki "akses" terhadap sumber air yang aman (Tiap Hari 5.000 Balita Mati karena Diare) dan Korupsi Terjadi di semua level Penyelenggara Pendidikan, dan UN Tidak Ciptakan Proses Belajar Kreatif, dan kita perlu Stop Kurikulum Merugikan Siswa, juga 70% Lulusan SMA Tanpa Keterampilan Cari Kerja, dan Kemampuan Guru Harus Ditingkatkan, dan Ribuan Anak Cacat Usia Sekolah Belum Terlayani, dan Pendidikan Berkualitas Hanya untuk Orang Berduit, dan lain sebagainya.“
Dan kalau kita bertanya pada pemerintah, rencana atau tindakan apa yang akan diambil sehubungan dengan beberapa kasus pendidikan tersebut? Jawaban klise pasti akan kita dapatkan bahwa masalah yang dihadapi pemerintah bukan hanya dari sektor pendidikan saja tapi juga sektor lain yang juga menuntut untuk diselesaikan dan diambil tindakan. Dan yang pasti, pemerintah akan menjawab semua pertanyaan masyarakat dalam sudut pandang teoritis bahwa ada 3 pendekatan dalam perencanaan pendidikan, yaitu :
1. Social Demand : Memperhatikan tuntutan dan kebutuhan sosial;
2. Manpower : Memperhatikan penyiapan tenaga kerja yang siap pakai diberbagai sektor;
3. Rate of return : memperhatikan keseimbangan Input-Output / cost-benefit.

Kalau jawabannya sudah demikian, yang pasti masyarakat tidak bisa menuntut terlalu banyak karena pemerintah sudah pasti memikirkan untung dan rugi serta resiko yang akan dihadapi atas tindakan yang diambil. Lantas, siapa yang akan menjadi problem-solver atas polemik-polemik pendidikan di atas?

Selasa, 09 Juni 2009

GURU YANG UP TO DATE


Peningkatan mutu pendidikan menjadi salah satu prioritas dalam program pendidikan di KALTIM. Peningkatan mutu memang harus dibarengi dengan peningkatan SDM guru yang merupakan pondasi atas KALTIM cemerlang pada umumnya dan Balikpapan cerdas pada khususnya.
Untuk memenuhi kriteria SDM bermutu, maka perlu diselenggarakan Bimbingan teknis pembuatan bahan ajar multimedia bagi guru-guru Bahasa Inggris, IPS, Ekonomi, Geografi, dan PKN se Kaltim demi menciptakan proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Apalagi sejauh ini, guru-guru Kaltim belum seluruhnya memiliki kompetensi yang layak seperti yang dituntut dalam PP No. 19 tahun 2005 dan PERMEN DIKNAS No. 41 tahun 2007 tentang Profesionalisme Guru.
Saya selaku utusan dari kota Balikpapan, mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan kepala sekolah, Dinas pendidikan kota Balikpapan serta Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim yang telah memberikan apresiasi bagi saya dan teman-teman lain untuk mengenyam ilmu yang sangat bernilai dan bermanfaat selama sepekan untuk menunjang profesi kami sebagai guru profesional dan bermartarbat yang siap mencerdaskan warga Balikpapan. Terima kasih tak terhingga juga saya ucapkan kepada para instruktur muda berbakat, mas Indra, mas Nanang, mba Ana dan instruktur lain yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan apa yang anda berikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin!

Sabtu, 09 Mei 2009

PENTINGNYA PENGHARGAAN DAN HUKUMAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia, sekaligus tindakan sosial yang dimungkinkan berlaku melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan yang mampu menentukan watak pendidikan dalam suatu masyarakat melalui peranan-peranan individu di dalamnya yang diterapkan melalui proses pembelajaran. Belajar sendiri merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, yang idealnya harus menyentuh tiga aspek yaitu, kognitif, psikomotorik dan afektif. Berbicara tentang pendidikan dan belajar berarti berbicara tentang Genderang pendidikan yang sering digaungkan para tokoh pendidikan saat ini yaitu proses pembelajaran yang diorientasikan atau dipusatkan pada siswa (Student-centered learning). Intinya, siswa yang menjadi subjek dalam pembelajaran. Peranan mereka di dalam kelas haruslah melebihi peran guru dalam kelas. Jika pada awalnya peran mereka hanya sebatas pendengar yang baik tapi sekarang seiring dengan perkembangan zaman, peran siswa menjadi lebih dominan yaitu sebagai presenter yang mempresentasikan topik-topik dalam pembelajaran (80%). Sementara peran guru adalah sebagai fasilitator yang akan memberikan klarifikasi atas pemahaman dan pendapat siswa akan materi tersebut (20%). Tetapi semua proses belajar mengajar berpola SCL tersebut tidak akan terkondisi dengan baik, manakala motivasi untuk maju dan berperan aktif tidak dimiliki oleh siswa dan yang terpenting adalah tidak adanya penghargaan dan hukuman khusus yang diberikan oleh guru kepada siswa.
Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dituntut dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri peserta didik. Budiono (1998) mengemukakan bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik adalah dengan memberi mereka penghargaan dan hukuman yang mendidik yang dapat menantang adrenalin mereka sehingga peserta didik tersebut mampu mencetak prestasi-prestasi baru yang menggembirakan.
Untuk itu penghargaan dan hukuman tidak boleh terlepas dari ranah pendidikan yang mengacu pada 3 aspek yaitu kognitif (perubahan pengetahuan), psikomotorik (perubahan keterampilan) dan afektif (perubahan nilai dan sikap) seperti yang dibahas dalam Taxonomy Bloom, serta gaung inovasi pendidikan yang mengacu pada masa mendatang yang sarat dengan globalisasi. Guru harus jeli dalam hal pemilihan, penetapan, dan penggunaan strategi serta jenis penghargaan dan hukuman yang sesuai dengan sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas bukannya dendam kesumat yang bersarang dalam diri peserta didik untuk kemudian melakukan aksi pembalasan. Pemberian penghargaan yang tepat akan merangsang sisi positif siswa untuk lebih percaya diri menciptakan karya-karya baru dalam dirinya. Sementara pemberian hukuman yang tidak mendidik akan mengakibatkan pertengkaran yang pada akhirnya berujung dengan kematian seperti yang pernah dialami oleh para guru ataupun peserta didik di daerah Jawa, Sumatra dan sekitarnya di beberapa institusi pendidikan yang sangat terkenal sehingga menuntut para pendidik untuk lebih berhati-hati dalam menerapkan disiplin dan hukuman pada anak didiknya. Apalagi di era reformasi seperti sekarang ini, semua orang bebas mengemukakan pendapat, memberikan aspirasi bahkan protes keras jika menemukan sesuatu yang menyimpang dari Undang-Undang.
Oleh karena itu, guru harus memilah-milah mana penghargaan dan hukuman yang mendidik dan mana yang tidak. Guru juga harus mampu membentuk peserta didik yang cakap dan terampil secara iptek dan imtaq dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan. Peserta didik harus dipersiapkan untuk dapat menelaah masalah-masalah yang muncul dimasyarakat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi serta tantangan dunia yang semakin kompetitif.
Untuk menghadapi dunia yang semakin kompetitif guru inovatif sejatinya mampu memberikan banyak motivasi dan masukan-masukan positif berupa keterampilan-keterampilan yang harus dikembangkan oleh siswa dalam mengarungi kehidupan yang sukses, bahagia, dan bermartarbat dalam hidup bermasyarakat karena life skills merupakan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan sepanjang hayat dan menciptakan karya-karya baru berupa prestasi yang sangat menggembirakan (http://www.usoe.k.12.ut.us/curr/lifeskills/).
Di samping itu, memiliki motivasi yang dibarengi dengan kemampuan berpikir yang kompleks, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangun kerja sama yang solid dalam satu tim, berpikir inovatif dan kreatif, percaya diri dan terampil dalam hal pengambilan keputusan, berperan penting dalam masyarakat, bertanggung jawab, berkarakter dan beretika untuk terjun ke dunia kerja merupakan visi dan misi yang diemban pendidik untuk diterapkan kepada para peserta didiknya.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya nyata semacam evaluasi individual untuk mewujudkan perubahan pembelajaran yang dinamis berbasis life skills dalam dunia pendidikan. Pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman sekiranya mampu menciptakan peserta didik yang tangguh menghadapi beragam jenis mata pelajaran tanpa diliputi perasaan tertekan ataupun terbebani, hingga mengakibatkan kegagalan-kegagalan yang ditandai dengan menurunnya prestasi mereka.
Seperti yang sudah dipaparkan pada beberapa pernyataan di atas, peserta didik pada umumnya mengalami kegagalan-kegagalan dalam belajar karena kurangnya motivasi, penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh gurunya. Padahal akan lebih baik jika para siswa dipahami secara utuh oleh pendidik melalui evaluasi individual dengan mempertimbangkan karakteristik personalnya (Indun L Setiyono, 2005). Dan sebagai dasar untuk dapat memahami anak-anak yang merosot dalam hal prestasi, ada beberapa karakteristik umum :
1. Pengalaman kegagalan yang berulang-ulang; pengalaman ini akan memberikan pengaruh yang negatif pada proses belajar. Peserta didik yakin tidak akan berhasil belajar walaupun telah berusaha keras.
2. Keterbatasan fisik dan lingkungan; kondisi ini memungkinkan peserta didik mengalami kesulitan untuk menerima informasi dan kemampuan konseptual. Misalnya, anak dengan disfungsi minimal otak dapat mengalami distorsi perceptual.
3. Masalah motivasi dan penghargaan. Pengalaman tentang kegagalan akan menimbulkan kurangnya minat, motivasi dan antusias medan kemauan terhadap situasi belajar. Untuk itu pemberian motivasi dan penghargaan yang mendidik mampu menumbuhkembangkan kreasi para peserta didik.
4. Kecemasan akan hukuman. Kecemasan yang tidak jelas biasanya berasal dari perasaan akan kegagalannya yang akan terjadi . Karena kesulitan dalam belajar dan perasaan ditolak serta dihukum oleh guru dan orang tua, peserta didik cenderung untuk mengembangkan gambaran diri yang buruk. Perasaan ini dapat berkembang menjadi ketidakpedulian, melamun, perilaku yang gugup dan pendendam.
5. Perilaku yang tidak menentu, peserta didik dengan kesulitan belajar cenderung menampilkan perilaku yang tidak menentu dalam banyak situasi belajar. Secara umum perilaku ini muncul ketika kekurangan dirinya tampak jelas. Siswa akan menghindar atau menunjukkan penolakan terhadap situasi yang dianggapnya merupakan ancaman.
6. Evaluasi yang tidak tuntas. Diagnosa yang buruk menyebabkan terhambatnya pendidikan anak dengan kegagalan belajar. Karena anak yang sudah terlanjur di ”cap” lamban, terganggu secara emosional atau terbelakang tanpa melakukan pendekatan untuk mengetahui masalah spesifik dan kebutuhannya terlebih dahulu.
7. Pendidikan yang tidak tepat. Secara umum, anak dengan kegagalan belajar tidak mendapatkan pendidikan seperti yang diharapkannya. Contohnya saja, kurangnya fasilitas, guru yang tidak terlatih untuk senantiasa memberikan motivasi, penghargaan dan hukuman yang mendidik serta cara pandang masyarakat yang tidak mendukung.
Evaluasi individual di atas dapat menjadi acuan bagi para guru untuk lebih paham dengan kondisi peserta didik. Penulis berpikir, semakin paham kita akan kondisi siswa, semakin banyak inovasi-inovasi yang muncul dalam benak kita untuk segera ditularkan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan atau kegagalan dalam belajar. Dan tentu saja niat baik dari seorang guru untuk mencerdaskan anak bangsa, sangat menentukan tingkat keberhasilan peserta didik kini dan nanti. Dan karena begitu pentingnya pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman demi peningkatan prestasi belajar siswa, maka di sinilah letak sebuah tantangan yang harus dimiliki oleh pendidik. Pendidik yang mampu membuat peserta didiknya berhasil menggapai masa depannya. Pendidik yang berorientasi ke depan dan menjadi seorang motivator bagi para peserta didiknya. Pendidik yang senantiasa menggusung kalimat “ Keberhasilan” peserta didik adalah berkat pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman dari seorang pendidik yang maju terus, pantang mundur menciptakan para peraih nobel masa depan yaitu para siswa. Dan para siswa yang baik hendaknya memiliki cara pandang yang sama dengan guru yang senantiasa memberi mereka motivasi. Karena Siswa akan dikatakan berhasil dalam belajar apabila memiliki motivasi dan kreatifitas dalam belajar. Motivasi siswa dalam belajar adalah Kemauan, hasrat dan komitmen yang muncul dari dasar hati peserta didik untuk berdiri tegak dan maju dalam menggapai sebuah harapan positif. Sementara prestasi berupa kreatifitas siswa dalam belajar adalah kecakapan dan hasil karya seorang peserta didik yang dimiliki dari hasil apa yang telah dipelajari yang dapat ditunjukkan atau dilihat melalui hasil belajarnya ( Syah, 1995: 150 ).
Setiap siswa akan berprestasi apabila memiliki motivasi dan kemampuan belajar sebagaimana yang dikemukakan di atas. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah tidak semua siswa memilki motivasi dan kemampuan yang sama. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi dan kemapuan siswa dalam belajar, antara lain faktor internal, eksternal dan faktor pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman dari sang pendidik.
Contoh faktor internal yang mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa adalah dalam belajar adalah kesehatan dan intelegensinya. Siswa yang sehat dan mempunyai intelegensi yang baik akan mempunyai motivasi dan kesiapan yang lebih baik dalam belajar sehingga kemampuan belajarnya bisa optimal. Sebaliknya siswa yang kurang sehat akan sulit menerima pelajaran sehingga kemampuan belajarnya kurang optimal. Contoh faktor eksternal yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang mendukung akan membuat siswa mudah untuk menerima pelajaran, sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak mendukung, akan membuat siswa tidak tenang dalam belajar sehingga motivasi dan kemampuan siswa menjadi tidak optimal. Faktor pendekatan belajar dalam hal ini pembelajaran yang kreatif dan bervariasi yang dilakukan oleh guru juga akan memberikan motivasi dan kreatifitas belajar siswa yang berbeda. Siswa yang termotivasi dalam belajar akan memiliki kreatifitas yang lebih baik dari pada siswa yang belajar hanya sambil lalu saja (tidak mendalam). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa dalam belajar adalah adanya penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh guru. Pemberian penghargaan dapat berupa pendekatan pembelajaran secara khusus atau secara individual disertai dengan system reinforcement dan hadiah atas keberhasilan peserta didik ( Wenar, Charles, 1994 ). Sementara pemberian hukuman yang mendidik dapat berupa kompetisi yang sehat yang diberikan guru kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Misalnya, Jika siswa terlambat datang ke sekolah, atau tidak mengerjakan tugas atau PR nya tepat pada waktunya, maka para siswa tersebut akan ditandingkan satu sama lain seputar topik pembelajaran yang sedang dipelajari atau menjawab pertanyaan dari guru secara lisan. Mereka akan diadu kecepatannya dalam menjawab pertanyaan dari guru. Siapa yang tercepat dalam menjawabnya akan terbebas dari hukuman. Contoh lain yang bisa dilakukan oleh pendidik adalah praktek teknik petualangan, seperti membaca dan mengintrepretasikan peta, jungle survival, penelusuran gua (caving), hingga mencari dan menyelamatkan korban (Maha Adi, Bobby Gunawan, 2001). Tetapi semua itu harus tetap terkondisi dalam “indoor situation” atau di dalam kelas belajar.
Faktor-faktor tersebut bisa menjadi faktor penentu dan pembantu untuk meningkatan prestasi siswa dalam pembelajaran juga sebagai kunci keberhasilan proses belajar mengajar jika dilakukan dengan professional dan menuntut jerih payah guru untuk melaksanakannya dengan optimal. Kreatifitas belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menyerap pelajaran dengan cepat dan akhirnya berkreasi dan berprestasi. Dengan memberikan penghargaan yang tepat dan hukuman yang mendidik sekiranya dapat merangsang aktifitas berpikir siswa dengan cepat dan akhirnya dapat memunculkan reaksi, daya imajinasi dan jiwa kreatif dalam diri siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran tersebut. Kreatifitas belajar variatif akan membantu siswa untuk lebih termotivasi dan mampu dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan catatan guru tersebut haruslah konsisten untuk mengembangkan hasil kreasi siswa tersebut pada setiap tatap muka.Oleh karena itulah pemberian penghargaan berupa nilai mempunyai pengaruh yang sangat erat dengan peningkatan partisipasi hingga berujung pada prestasi belajar siswa. Dan karena peningkatan prestasi belajar siswa sangat variatif dan berbeda-beda untuk setiap individu, maka pemberian pada siswa tergantung pada cara guru dalam menerapkannya sehingga partisipasi dan prestasi belajar siswa dapat meningkat seperti yang diharapkan. Jadi, dapat dikatakan efektifitas pemberian penghargaan berupa nilai memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap peningkatan partisipasi dan prestasi belajar siswa.

Rabu, 06 Mei 2009

LANGKAH PASTI SANG ANAK JALANAN



Sepasang mata bening itu menatapku tajam, seolah-olah ingin tahu semua hal yang aku jelaskan. Wajah lugunya mengisyaratkan bahwa dia adalah seorang anak yang masih harus banyak menimba ilmu, belajar dan belajar. Walaupun waktu hampir menjelang magrib, tak sedikitpun raut kelelahan tampak dari wajah manisnya setelah seharian bekerja di pasar membantu orang tuanya. Indah, sebuah nama yang indah, adalah seorang bocah berusia 7 tahun dan belajar di Home Schooling ASAH PENA pada sore hari. Waktu pagi hari yang seharusnya digunakan untuk belajar di sekolah formal berganti dengan bekerja membantu orang tuanya berjualan ataupun membantu mengangkatkan barang para penjual dan pembeli di pasar sehingga mendapatkan upah seadanya untuk membantu menopang hidup keluarganya.
Pertama kali aku melihatnya, miris sekali melihat kondisi Indah yang kurus, berbaju kaos dan celana pendek apa adanya disertai wangi-wangian yang berasal dari pasar. Tapi hal itu tidak menjadi rintangan bagiku untuk membagikan ilmuku kepada orang yang membutuhkan. Akupun bertanya padanya, “ Indah tidak sekolah di SD negeri ya, nak?” Dia pun menggeleng seraya berucap, “ Tidak, bu. “ Mengapa, nak? Kan sekolah gratis,“ tanyaku lagi. Dengan malu- malu dia menjawab,” Kata mama, tidak ada uang untuk membeli baju seragam dan buku pelajaran. “ Indahpun menunjukkan senyuman yang paling manis di hadapanku, sambil melanjutkan tugas yang aku berikan padanya. Indah…Indah… di tengah himpitan hidup, kamu masih bisa tersenyum manis dan tetap semangat meniti masa depan yang menurutku terasa terjal. Jawaban yang dia berikan, betul-betul mencerminkan sebuah pertanyaan, “Inikah yang dinamakan sekolah gratis?” Walaupun jawaban itu tidak secara spontan keluar dari mulutnya yang mungil, tapi aku tahu, jika nanti menjelang dewasa, Indah pasti akan mempertanyakan hal itu.
Sebenarnya, Indah tergolong anak yang cerdas. Setiap aku selesai menjelaskan satu materi tertentu, Indah pasti bisa melakukannya dengan sempurna, sama sempurnanya dengan jawaban anak-anak yang diberi makanan bergizi dan belajar di sekolah formal. Bersama teman-teman yang senasib dengannya, Indah begitu rajin dan tekun melakukan aktifitas pembelajaran. Matanya berbinar-binar tatkala selesai melakukan tugas yang aku perintahkan, dan mengumpulkannya sambil berlari menuju kearahku. “ Bu, aku sudah selesai.” Aku memeriksa semua pekerjaan Indah. “ Bagus, Indah, tidak ada yang salah, Indah memang hebat, jawabku sambil menunjukkan dua jempol kepadanya. “ Indah pun melompat-lompat tanda kegirangan. “ Tapi kegirangan itu tidak berlangsung lama karena Indah menanyakan tugas berikutnya. “ Belajar apa lagi, Bu?” Indah begitu bersemangat menanti ilmu-ilmu yang pastinya akan sangat bermanfaat baginya kelak. Akupun menyambut tantangan Indah dengan mengajak semua murid bermain permainan bahasa Inggris yang sangat mudah. Indahpun mengajak semua teman-temannya untuk segera berdiri, dan menggerakkan tubuh mereka melalui permainan dan lagu“ UP and DOWN and SHAKE, shake, shake “ . Pada awalnya, teman-teman Indah terlihat malu-malu untu melakukannya. Tapi melihat Indah yang lincah dan gesit mengikuti gerakanku, mereka seperti terhipnotis untuk melakukan hal serupa. Dengan serta merta Indah memberikan komando layaknya seorang polisi wanita kepada teman-temannya untuk bersiap-siap belajar bahasa Inggris. “ One, two, three, go!!!” Alhamdulillah, dengan komando yang Indah berikan beserta arahan-arahan dariku, semua murid bisa melakukan permainan “Up and Down” tersebut dalam 2 arahan, formasi pertama dan formasi terbalik sehingga membuat suasana belajar menjadi riang gembira. Belajar menjadi suatu hal yang sangat menggembirakan bagi mereka terlihat dari senyuman, gerakan dan ucapan bahasa Inggris yang sangat lucu, terlontar dari mulut Indah dan teman-temannya.
Indah memang seorang anak yang menyukai pelajaran bahasa Inggris, tak terkecuali teman-temannya. Mereka begitu antusias jika belajar Tidak pernah sedikitpun mereka bercanda dan mengobrol sana-sini ketika guru menjelaskan sebuah materi kepada mereka. Indah dan teman-temannya memperhatikan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh guru mereka sehingga mereka dapat dengan mudah melakukan tugas-tugas yang diberikan. Ketika jam belajar selesai, Indah selalu menanyakan untuk diberikan tugas berupa pekerjaan rumah olehku. Sebagai guru bijak, aku tidak akan menghalagi niat seorang anak untuk belajar walaupun di tengah kondisi yang kurang begitu menguntungkan. Tapi, sebelumnya, aku bertanya padanya, “ Indah tidak capek kalau diberikan PR?” Nanti tidurnya kurang, nak.” Indah menjawab, “ Tidak kok, bu.” Aku pasti sempat mengerjakannya. Aku pasti bisa, harus bisa. “ Aku mau belajar banyak , bu soalnya aku ingin menjadi seorang polisi wanita,” katanya sambil menengadahkan kedua tangannya keharibaan Illahi. ” Amin! “ bersama teman-temannya, akupun mengamini doa Indah.
Sebelum berpamitan pulang, Indah kembali memimpin teman-temannya untuk berdoa dan mengucapkan salam ke dalam bahasa Inggris. Dengan tegas dan lugas dia berkata, “ Ok, friends, let’s pray together. Pray start!” Kemudian secara bersama-sama mereka membaca surah Al-Ashar, surah yang menjadi penutup aktifitas pembelajaran. Setelah selesai, Indah kembali menutup perjumpaan dengan berkata, “ Say salam !” Teman-temanpun berteriak mengucapkan “ Assalamualaikum wr.wb” kepadaku dan guru-guru lain kemudian berpamitan dengan sopan sambil mencium tanganku dan rekan-rekan guru yang berjumlah 4 orang. Setelah menyalamiku dan teman-temanku, mereka berlari menuju rumah mereka masing-masing. Indah menjadi bocah terakhir yang menyapaku dengan tantangan belajar selanjutnya, “ Bu, besok, belajar lagi ya.” Aku pun tersenyum dan menganggukkan kepalaku seraya mengelus rambutnya, “ Ya, Indah sayang. Hati-hati di jalan ya, nak!” kataku sambil melambaikan tangan padanya. Indah pun berlari kencang menyusul teman-temannya.
Indah… namamu memang Indah, seindah semangat belajarmu yang menyala-nyala. Keinginan hatimu yang mengatakan “ Aku harus bisa “ menjadi contoh bagi anak-anak lain untuk bisa berbuat lebih dari yang kamu lakukan. Mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan cita-citamu yang begitu mulia. Amin, Yaa Robbal Alamin.”

Senin, 04 Mei 2009

REFLEKSI HARDIKNAS, KUALITAS GURU KAL-TIM, LAYAK ATAU TIDAK?

Sejauh ini peningkatan SDM di Kaltim selalu diupayakan seirama dengan perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin canggih. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat manusianya dalam hal ini SDMnya terlihat sangat misteri. Kedua, karena usaha pendidikan itu demikian luas sehingga harus mengantisipasi ke masa depan tentu saja segenap seginya tidak terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pendidikan dapat membekali perserta didik keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat. Tentu saja SDM yang berkualitas sangat diperlukan untuk menjawab permasalahan ini. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa SDM guru yang ada di KALTIM sama berkualitas dengan guru yang ada di pulau Jawa? Berbicara tentang sistem desentralisasi dalam kaitannya dengan peningkatan SDM berarti berbicara tentang aspirasi serta harapan masa depan dan kesejahteraan SDM itu sendiri yang notabene adalah guru. Kalau dampak desentralisai pendidikan tidak berpihak pada guru berarti tidak ada bedanya dengan kebijakan yang diberlakukan pada saat sentralisasi. Maksud dari desentralisasi pendidikan sudah pasti berpihak pada guru yang muaranya akan terjadi peningkatan kualitas guru itu sendiri. Semua pengalokasian dana pastinya dikelola oleh daerah sesuai dengan porsinya masing-masing. Anggaran dana untuk pendidikan dari zaman ke zaman tidak ada bedanya karena prosentase yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sama dengan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sejalan dengan pemikiran tersebut bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas SDM di KALTIM kalau dana yang dialokasikan hanya 20%??!! Apakah mungkin biaya pendidikan dan pelatihan guru dibayar dengan harga murah? Mampukah pemerintah daerah mendukung kegiatan diklat bagi guru dalam kaitannya dengan peningkatan mutu SDM guru tersebut? Apakah pemerintah mampu mendatangkan nara sumber berkualitas dari luar negeri untuk mengisi kekosongan wawasan guru di KALTIM yang sudah pasti mengeluarkan dana yang tidak sedikit? Mampukan pemerintah daerah memberikan biaya transportasi dan makan siang guru yang mengikuti diklat peningkatan mutu tersebut? Tegakah pemerintah daerah membiarkan guru mengisi kekosongan wawasan tetapi kekosongan terjadi di daerah lambungnya? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkaitan dengan kebijakan desentralisasi. Pertanyaan-pertanyaan yang dituangkan oleh penulis tadi sekaligus merupakan jawaban-jawaban atas kebijkan desentralisasi dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas SDM yang ada di KALTIM. Karena polemik yang ada sejauh penelusuran penulis, kebijakan desentralisasi tidak memberikan efek langsung terhadap peningkatan kualitas SDM di KALTIM. Tinggal bagaimana sang pemegang kebijakan tersebut merubah pola pikir yang selalu mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Sejalan dengan hari Pendidikan Nasional, terobosan-terobosan apa kiranya yang dapat dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan semangat anak bangsa yang memiliki ikrar "Menuju pendidikan yang lebih baik."Apakah kemajuan pendidikan hanya diukur dari kebebasan peserta didik membayar uang sekolah, tanpa memedulikan bagaimana guru dan peserta didik di Indonesia mampu bersaing dengan guru-guru bahkan peserta didik di negara Asia tenggara. Menurut hemat penulis, kualitas SDM khususnya generasi muda Indonesia tidak terlalu menggembirakan karena terlalu banyak manipulasi yang dilakukan oleh para pendidik dan pemerhati pendidikan sehubungan dengan penilaian peserta didik. Contoh konkritnya, Survey membuktikan, (berdasarkan suara hati rakyat) bahwa peserta didik yang tidak berkompeten bisa saja mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari pada siswa lain hanya karena mengikuti les tambahan dengan guru bidang studi tertentu. Karena mendapat upah dari les tersebut, mau tidak mau, suka tidak suka, guru tersebut harus memberikan nilai lebih pada peserta didik yang memberikan "nilai" lebih tersebut. Sementara siswa lain yang berkompeten tetapi tidak mengikuti les tambahan tersebut, akan mendapat nilai apa adanya bahkan kalau bisa jauh di bawah nilai peserta didik khusus tersebut ditambah dengan perlakuan istimewa.

Belum lagi, guru-guru yang suka "memakan" gaji buta, di mana setiap masuk ke dalam kelas beliau hanya memberikan catatan dan tugas-tugas yang seabrek kepada peserta didik tanpa menjelaskannya , setelah itu pamit keluar dan tidak kembali lagi sampai jam pelajaran selesai. Dan jika ulangan tiba, peserta didik yang nilainya tidak tuntas dengan bidang studi tersebut, harus mengikuti "remedial siluman", maksudnya tidak mengikuti test serupa lagi, tapi cukup membayarnya dengan coklat, minyak tawon, rokok dan lain-lain sampai "nilai nyata." Kemudian buku rapor yang diterima siswa setiap semester, tidak lagi mencerminkan output yang berkualitas, tapi lebih kepada ... "proyek siluman". Peserta didik yang murni berkualitas akan berteriak dalam hatinya, " Adilkah ini?" Apakah aku tidak berhak mendapatkan hak atas kerja kerasku?" Mengapa nilaiku harus sama dengan siswa yang tidak bekerja keras tapi sanggup memberi "kertas"?

Pembaca yang budiman, kita tidak boleh menutup mata, bahwa kejadian itu memang benar-benar ada tapi sedikitpun tidak ada respon dan perhatian dari pemerintah. Inikah gambaran kualitas SDM guru yang ada di KALTIM tercinta ini? Sekali lagi," Apakah sudah cukup dengan kebijakan membebaskan biaya sekolah bagi peserta didik tanpa menghiraukan guru-guru yang sudah melakukan korupsi administratif (waktu) dan memperlakukan siswa dengan seenak perutnya.

Pemerintah yang budiman, penulis tidak bermaksud mencampuri kebijakan desentralisasi dan Manajemen Berbasis Sekolah yang sudah susah payah dibuat dan diperjuangkan. Tapi akan lebih baik jika Dinas Pendidikan Nasional maupun Provinsi mengirimkan utusannya secara rutin untuk mengontrol kinerja guru-guru yang ada di KALTIM. Jika terdapat banyak ketimpangan yang terjadi selama proses pembelajaran, berikan masukan, saran, kritik yang membangun dan training penambahan wawasan keilmuwan dan psikologi anak didik sehingga guru akan bekerja secara proporsional dan profesional menuju guru yang bermartabat. Penulis sangat mengharapkan jika pemerintah mau meluangkan waktunya untuk melakukan supervisi rutin yang terjadual seminggu sekali untuk menguji keloyalitasan guru sebagai seorang pendidik dan pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana Pak, Bu?


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger