Jumat, 20 November 2009

MAAFKAN AKU NENEK MINAH...


Sedih hatiku melihat tayangan TV yang mempertontonkan kepada masyarakat luas di Indonesia bahkan di dunia tentang vonis pidana selama 1 bulan setengah tahanan rumah terhadap nenek Minah terkait kasus pencurian 3 buah kakao di Purwokerto Jawa Tengah. Aku tak menyangka kalau hal ini menimpa kepada orang yang seharusnya kita sayangi dan lindungi dalam mengarungi hidupnya yang tidak berapa lama lagi ditemani suami tercinta yang juga sama dengan dirinya, sama-sama tua. Aku cuma bingung, mengapa tidak ada rasa belas kasih kepada orang yang sudah berjasa terhadap bidang perkebunan dan pertanian di Indonesia mewakili para petani lainnya. Aku hanya berpikir, tidak adakah pihak yang mendukung keadilan untuk nenek Minah akibat 3 biji kakao yang harganya tidak seberapa sehingga nenekku sayang harus duduk di kursi pesakitan layaknya seorang terdakwa padahal nenek tidak melakukan apa-apa. Nenekku sayang hanya memungt 3 biji kakao yang jatuh dari pohonnya kemudian dipungut untuk ditanam kembali agar bisa tumbuh subur dan berbuah banyak. Subhanallah... masih ada kasih sayang dari nenek untuk menyuburkan habitat kakao yang mungkin jika tidak ada campur tangan nenek Minah yang lembut, tidak mungkin akan berkembang biak dengan sempurna. Mungkin jika dibandingkan dengan aku yang tidak pandai bercocok tanam, mana mungkin kakao tumbuh dengan subur jika tanganku yang menanamnya, melainkan tangan nenek Minah yang dibutuhkan oleh biji tersebut untuk hidup pada sebuah lahan karena nenek lebih profesional dalam hal berkebun dan bertani dibanding dengan aku yang berprofesi sebagai seorang pendidik. Aku sadar, aku tidak setegar nenek Minah yang kuat diterpa ujian yang sangat berat yang saya yakin orang lain pun tidak sanggup menahan ujian berat seperti yang dialami oleh nenek. Nenek sangat kuat hidup dalam garis kemiskinan dan tetap tersenyum walaupun cobaan kemiskinan dan fitnah orang datang silih berganti.


Nenek Minah, maafkan aku yang tidak bisa membantumu karena jarak kita yang sangat berjauhan. Aku hanya bisa membantumu dengan do'a tulus yang kupanjatkan kehadirat Allah SWT agar hidup nenek dan kakek senantiasa barokah dan jauh dari segala bentuk penzoliman yang dilontarkan oleh orang-orang yang tidak suka dengan rakyat kecil seperti kita, nek. Nenek, aku juga berjanji akan menjadi pendidik yang akan mencetak generasi yang jujur yang akan selalu membela kebenaran dan memberantas kezoliman, bukan sebaliknya. Generasi itu juga yang akan menciptakan kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga tidak ada lagi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.


Nenek Minah, do'a ini berasal dari cucumu, seorang pendidik yang peduli dengan keberadaan orang-orang jujur dan bersih seperti nenek. Semoga Allah SWT meridhoinya. Amin!

Selasa, 07 Juli 2009

PENDIDIKAN GRATIS, MUNGKINKAH?


Menelusuri pemaparan yang disampaikan oleh saudara Jahar dalam situ resminya, Jahar.com yang mengangkat sebuah opini publik tentang pembiayaan, penulis merasa ada sebuah “ chemistry “ hangat yang tertuang melalui goresan tangan Jahar dan penulis yang hampir memiliki persamaan persepsi tentang sebuah kebijakan yang terkait dengan masalah pembiayaan pendidikan. Penulis merasakan bahwa pernyataan demi pernyataan yang di goreskan oleh buah pena sang Jahar sangat tepat untuk dijadikan tolak ukur sebuah kebijakan jujur dan bersih.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa pembiayaan pendidikan di Indonesia masih belum transparan. Hal ini terlihat dari banyaknya ketimpangan dan ketidakberesan yang terjadi seputar wacana pendidikan gratis, yang saat ini menjadi “ icon” pendidikan yang dapat membangunkan impian rakyat Indonesia yang telah terkubur bertahun-tahun untuk mendapatkan hak mereka bersekolah. Dan ternyata, iklan tersebut sangat bombastis sekali serta terkesan menghipnotis rakyat lewat semboyannya yang begitu meyakinkan , “ Sekolah, harus bisa, mau tak?!?!”
Padahal kalau kita mau menelaah secara utuh, yang namanya pendidikan gratis belum bisa diimplementasikan secara utuh. Karena makna kata gratis hanya terkait dengan bebas biaya SPP tapi selebihnya tidak. Rakyat masih memerlukan uang untuk membeli seragam sekolah, buku pegangan dan catatan, alat tulis menulis, tas, dan lain sebagainya. Jika semua kebutuhan pelajar difasilitasi maka sudah barang tentu, pendidikan layak dikatakan gratis.
Secara umum, pendidikan memang merupakan sumber kunci pembangunan ekonomi dan sekaligus sebagai outcome proses pembangunan. Investasi di suatu negara dapat diarahkan untuk pendidikan bangsa, melalui investasi pendidikan dasar, misalnya; berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan. Dalam waktu yang bersamaan, mungkin jalan yang paling efektif adalah membantu masyarakat biasa memperoleh kemanfaatan pembangunan dengan cara memperluas akses anak-anak terhadap pendidikan yang bermutu.
Salah satu faktor yang menyebabkan mengalami hambatan dalam pengelolaan pendidikan di negara kita adalah sistem pengelolaan sistem pendidikan yang bersifat sentralistik, sehingga pendidikan tersebut kurang aspiratif. Untuk itu perlu perubahan mendasar manajemen pendidikan dari pola sentralisasi menjadi desentralisasi akan mengubah tatanan pengelolaan pendidikan mulai pemberdayaan pada tingkat birokrasi / Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan sampai dengan sekolah) sampai pada pemberdayaan masyarakat menjadi pola pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan SDM melalui penyelenggaraan program pendidikan.
Tapi terkadang pola desentralisasi juga belum menjamin pengelolalan keuangan pendidikan akan jauh lebih transparan dalam hal penggunaannya. Apalagi sekarang pola desentralisasi dikembangkan lagi menjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Sudah barang tentu segala jenis pembiayaan pendidikan beserta pengelolaannya diserahkan kepada sekolah yang bersangkutan. Contohnya saja, kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB), seluruh masyarakat sangat paham bahwa tradisi yang sering berlaku pada setiap tahun ajaran baru, sebuah praktik bisnis yang selalu menjadi ladang persemaian bagi para pimpinan sekolah untuk meraup keuntungan lebih banyak lagi, demi menggemukkan “kantungnya” yang sudah mengerucut setelah setahun tidak terisi. Di sinilah, kita perlu memberlakukan kebijakan Badan Layanan Umum (BLU) untuk berperan lebih besar. Badan layanan umum ini akan mengelola pendanaan yang dihasilkan oleh sekolah dan institusi pendidikan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat umum, bukan untuk oknum tertentu. Dan ide brilian berupa mewiraswastakan pemerintah (enterprising the government) adalah paradigma yang memberi arah yang tepat bagi keuangan sektor publik. Uang yang telah didapat dari hasil penerimaan siswa baru lewat jalur khusus ataupun pindahan dari sekolah lain, akan dikelola oleh BLU dan dipergunakan untuk memfasilitasi pendidikan yang ada di sekolah tersebut bukan dikelola untuk memfasilitasi rumah dan tabungan para pimpinan sekolah atau oknum tertentu.
Kesimpulannya, pembiayaan pendidikan harus dikelola secara profesional dengan tidak berusaha mementingkan keuntungan pribadi di atas kepentingan masyarakat. Pemberlakuan kebijakan BLU adalah sebuah usaha yang harus mendapat dukungan penuh dari semua lapisan masyarakat dan menjadi sebuah parameter tindakan ke depan yang mudah-mudahan akan jauh lebih baik daripada sebelumnya. Semoga!

Rabu, 24 Juni 2009

PERENCANAAN PENDIDIKAN BERSIH, AWAL BANGKITNYA PENDIDIKAN BERMUTU


Perencanaan pendidikan adalah penggunaan analisis yang rasional dan sistematis terhadap proses pengembangan pendidikan yang bertujuan untuk menjadikan pendidikan lebih efektif dan efisien dalam menanggapi kebutuhan dan tujuan murid dan masyarakat.
Berbicara tentang tanggapan kebutuhan dan tujuan murid sebagai satu diantara tujuan perencanaan pendidikan itu sendiri, penulis berusaha mengkajinya secara detail tetapi tetap dalam ruang lingkup pendidikan.
Pada umumnya, kalau kita ingin membuat program untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia kita harus memastikan bahwa strategi-strategi yang direncanakan untuk menghadapi segala macam hal, dan yang di utamakan adalah kebutuhan dasar untuk mengajar dan situasi yang nyaman dan aman di semua sekolah (termasuk listrik/air). Sebagai contoh, ada beberapa isu yang terjadi di dunia pendidikan seperti :
Puluhan ribu sekolah dalam keadaan rusak atau ambruk termasuk 70% sekolah di DKI Jakarta, 30.000 Desa Belum Teraliri Listrik, dan 55 juta orang tidak memiliki "akses" terhadap sumber air yang aman (Tiap Hari 5.000 Balita Mati karena Diare) dan Korupsi Terjadi di semua level Penyelenggara Pendidikan, dan UN Tidak Ciptakan Proses Belajar Kreatif, dan kita perlu Stop Kurikulum Merugikan Siswa, juga 70% Lulusan SMA Tanpa Keterampilan Cari Kerja, dan Kemampuan Guru Harus Ditingkatkan, dan Ribuan Anak Cacat Usia Sekolah Belum Terlayani, dan Pendidikan Berkualitas Hanya untuk Orang Berduit, dan lain sebagainya.“
Dan kalau kita bertanya pada pemerintah, rencana atau tindakan apa yang akan diambil sehubungan dengan beberapa kasus pendidikan tersebut? Jawaban klise pasti akan kita dapatkan bahwa masalah yang dihadapi pemerintah bukan hanya dari sektor pendidikan saja tapi juga sektor lain yang juga menuntut untuk diselesaikan dan diambil tindakan. Dan yang pasti, pemerintah akan menjawab semua pertanyaan masyarakat dalam sudut pandang teoritis bahwa ada 3 pendekatan dalam perencanaan pendidikan, yaitu :
1. Social Demand : Memperhatikan tuntutan dan kebutuhan sosial;
2. Manpower : Memperhatikan penyiapan tenaga kerja yang siap pakai diberbagai sektor;
3. Rate of return : memperhatikan keseimbangan Input-Output / cost-benefit.

Kalau jawabannya sudah demikian, yang pasti masyarakat tidak bisa menuntut terlalu banyak karena pemerintah sudah pasti memikirkan untung dan rugi serta resiko yang akan dihadapi atas tindakan yang diambil. Lantas, siapa yang akan menjadi problem-solver atas polemik-polemik pendidikan di atas?

Selasa, 09 Juni 2009

GURU YANG UP TO DATE


Peningkatan mutu pendidikan menjadi salah satu prioritas dalam program pendidikan di KALTIM. Peningkatan mutu memang harus dibarengi dengan peningkatan SDM guru yang merupakan pondasi atas KALTIM cemerlang pada umumnya dan Balikpapan cerdas pada khususnya.
Untuk memenuhi kriteria SDM bermutu, maka perlu diselenggarakan Bimbingan teknis pembuatan bahan ajar multimedia bagi guru-guru Bahasa Inggris, IPS, Ekonomi, Geografi, dan PKN se Kaltim demi menciptakan proses pembelajaran secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
Apalagi sejauh ini, guru-guru Kaltim belum seluruhnya memiliki kompetensi yang layak seperti yang dituntut dalam PP No. 19 tahun 2005 dan PERMEN DIKNAS No. 41 tahun 2007 tentang Profesionalisme Guru.
Saya selaku utusan dari kota Balikpapan, mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas dukungan kepala sekolah, Dinas pendidikan kota Balikpapan serta Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim yang telah memberikan apresiasi bagi saya dan teman-teman lain untuk mengenyam ilmu yang sangat bernilai dan bermanfaat selama sepekan untuk menunjang profesi kami sebagai guru profesional dan bermartarbat yang siap mencerdaskan warga Balikpapan. Terima kasih tak terhingga juga saya ucapkan kepada para instruktur muda berbakat, mas Indra, mas Nanang, mba Ana dan instruktur lain yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan apa yang anda berikan kepada kami mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin!

Sabtu, 09 Mei 2009

PENTINGNYA PENGHARGAAN DAN HUKUMAN DALAM PROSES PEMBELAJARAN


Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia, sekaligus tindakan sosial yang dimungkinkan berlaku melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan yang mampu menentukan watak pendidikan dalam suatu masyarakat melalui peranan-peranan individu di dalamnya yang diterapkan melalui proses pembelajaran. Belajar sendiri merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, yang idealnya harus menyentuh tiga aspek yaitu, kognitif, psikomotorik dan afektif. Berbicara tentang pendidikan dan belajar berarti berbicara tentang Genderang pendidikan yang sering digaungkan para tokoh pendidikan saat ini yaitu proses pembelajaran yang diorientasikan atau dipusatkan pada siswa (Student-centered learning). Intinya, siswa yang menjadi subjek dalam pembelajaran. Peranan mereka di dalam kelas haruslah melebihi peran guru dalam kelas. Jika pada awalnya peran mereka hanya sebatas pendengar yang baik tapi sekarang seiring dengan perkembangan zaman, peran siswa menjadi lebih dominan yaitu sebagai presenter yang mempresentasikan topik-topik dalam pembelajaran (80%). Sementara peran guru adalah sebagai fasilitator yang akan memberikan klarifikasi atas pemahaman dan pendapat siswa akan materi tersebut (20%). Tetapi semua proses belajar mengajar berpola SCL tersebut tidak akan terkondisi dengan baik, manakala motivasi untuk maju dan berperan aktif tidak dimiliki oleh siswa dan yang terpenting adalah tidak adanya penghargaan dan hukuman khusus yang diberikan oleh guru kepada siswa.
Dalam proses pembelajaran, seorang pendidik dituntut dapat membangkitkan motivasi belajar pada diri peserta didik. Budiono (1998) mengemukakan bahwa salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik adalah dengan memberi mereka penghargaan dan hukuman yang mendidik yang dapat menantang adrenalin mereka sehingga peserta didik tersebut mampu mencetak prestasi-prestasi baru yang menggembirakan.
Untuk itu penghargaan dan hukuman tidak boleh terlepas dari ranah pendidikan yang mengacu pada 3 aspek yaitu kognitif (perubahan pengetahuan), psikomotorik (perubahan keterampilan) dan afektif (perubahan nilai dan sikap) seperti yang dibahas dalam Taxonomy Bloom, serta gaung inovasi pendidikan yang mengacu pada masa mendatang yang sarat dengan globalisasi. Guru harus jeli dalam hal pemilihan, penetapan, dan penggunaan strategi serta jenis penghargaan dan hukuman yang sesuai dengan sehingga akan tercipta hubungan yang harmonis antara pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar di kelas bukannya dendam kesumat yang bersarang dalam diri peserta didik untuk kemudian melakukan aksi pembalasan. Pemberian penghargaan yang tepat akan merangsang sisi positif siswa untuk lebih percaya diri menciptakan karya-karya baru dalam dirinya. Sementara pemberian hukuman yang tidak mendidik akan mengakibatkan pertengkaran yang pada akhirnya berujung dengan kematian seperti yang pernah dialami oleh para guru ataupun peserta didik di daerah Jawa, Sumatra dan sekitarnya di beberapa institusi pendidikan yang sangat terkenal sehingga menuntut para pendidik untuk lebih berhati-hati dalam menerapkan disiplin dan hukuman pada anak didiknya. Apalagi di era reformasi seperti sekarang ini, semua orang bebas mengemukakan pendapat, memberikan aspirasi bahkan protes keras jika menemukan sesuatu yang menyimpang dari Undang-Undang.
Oleh karena itu, guru harus memilah-milah mana penghargaan dan hukuman yang mendidik dan mana yang tidak. Guru juga harus mampu membentuk peserta didik yang cakap dan terampil secara iptek dan imtaq dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan. Peserta didik harus dipersiapkan untuk dapat menelaah masalah-masalah yang muncul dimasyarakat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi serta tantangan dunia yang semakin kompetitif.
Untuk menghadapi dunia yang semakin kompetitif guru inovatif sejatinya mampu memberikan banyak motivasi dan masukan-masukan positif berupa keterampilan-keterampilan yang harus dikembangkan oleh siswa dalam mengarungi kehidupan yang sukses, bahagia, dan bermartarbat dalam hidup bermasyarakat karena life skills merupakan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan sepanjang hayat dan menciptakan karya-karya baru berupa prestasi yang sangat menggembirakan (http://www.usoe.k.12.ut.us/curr/lifeskills/).
Di samping itu, memiliki motivasi yang dibarengi dengan kemampuan berpikir yang kompleks, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangun kerja sama yang solid dalam satu tim, berpikir inovatif dan kreatif, percaya diri dan terampil dalam hal pengambilan keputusan, berperan penting dalam masyarakat, bertanggung jawab, berkarakter dan beretika untuk terjun ke dunia kerja merupakan visi dan misi yang diemban pendidik untuk diterapkan kepada para peserta didiknya.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya nyata semacam evaluasi individual untuk mewujudkan perubahan pembelajaran yang dinamis berbasis life skills dalam dunia pendidikan. Pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman sekiranya mampu menciptakan peserta didik yang tangguh menghadapi beragam jenis mata pelajaran tanpa diliputi perasaan tertekan ataupun terbebani, hingga mengakibatkan kegagalan-kegagalan yang ditandai dengan menurunnya prestasi mereka.
Seperti yang sudah dipaparkan pada beberapa pernyataan di atas, peserta didik pada umumnya mengalami kegagalan-kegagalan dalam belajar karena kurangnya motivasi, penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh gurunya. Padahal akan lebih baik jika para siswa dipahami secara utuh oleh pendidik melalui evaluasi individual dengan mempertimbangkan karakteristik personalnya (Indun L Setiyono, 2005). Dan sebagai dasar untuk dapat memahami anak-anak yang merosot dalam hal prestasi, ada beberapa karakteristik umum :
1. Pengalaman kegagalan yang berulang-ulang; pengalaman ini akan memberikan pengaruh yang negatif pada proses belajar. Peserta didik yakin tidak akan berhasil belajar walaupun telah berusaha keras.
2. Keterbatasan fisik dan lingkungan; kondisi ini memungkinkan peserta didik mengalami kesulitan untuk menerima informasi dan kemampuan konseptual. Misalnya, anak dengan disfungsi minimal otak dapat mengalami distorsi perceptual.
3. Masalah motivasi dan penghargaan. Pengalaman tentang kegagalan akan menimbulkan kurangnya minat, motivasi dan antusias medan kemauan terhadap situasi belajar. Untuk itu pemberian motivasi dan penghargaan yang mendidik mampu menumbuhkembangkan kreasi para peserta didik.
4. Kecemasan akan hukuman. Kecemasan yang tidak jelas biasanya berasal dari perasaan akan kegagalannya yang akan terjadi . Karena kesulitan dalam belajar dan perasaan ditolak serta dihukum oleh guru dan orang tua, peserta didik cenderung untuk mengembangkan gambaran diri yang buruk. Perasaan ini dapat berkembang menjadi ketidakpedulian, melamun, perilaku yang gugup dan pendendam.
5. Perilaku yang tidak menentu, peserta didik dengan kesulitan belajar cenderung menampilkan perilaku yang tidak menentu dalam banyak situasi belajar. Secara umum perilaku ini muncul ketika kekurangan dirinya tampak jelas. Siswa akan menghindar atau menunjukkan penolakan terhadap situasi yang dianggapnya merupakan ancaman.
6. Evaluasi yang tidak tuntas. Diagnosa yang buruk menyebabkan terhambatnya pendidikan anak dengan kegagalan belajar. Karena anak yang sudah terlanjur di ”cap” lamban, terganggu secara emosional atau terbelakang tanpa melakukan pendekatan untuk mengetahui masalah spesifik dan kebutuhannya terlebih dahulu.
7. Pendidikan yang tidak tepat. Secara umum, anak dengan kegagalan belajar tidak mendapatkan pendidikan seperti yang diharapkannya. Contohnya saja, kurangnya fasilitas, guru yang tidak terlatih untuk senantiasa memberikan motivasi, penghargaan dan hukuman yang mendidik serta cara pandang masyarakat yang tidak mendukung.
Evaluasi individual di atas dapat menjadi acuan bagi para guru untuk lebih paham dengan kondisi peserta didik. Penulis berpikir, semakin paham kita akan kondisi siswa, semakin banyak inovasi-inovasi yang muncul dalam benak kita untuk segera ditularkan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan atau kegagalan dalam belajar. Dan tentu saja niat baik dari seorang guru untuk mencerdaskan anak bangsa, sangat menentukan tingkat keberhasilan peserta didik kini dan nanti. Dan karena begitu pentingnya pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman demi peningkatan prestasi belajar siswa, maka di sinilah letak sebuah tantangan yang harus dimiliki oleh pendidik. Pendidik yang mampu membuat peserta didiknya berhasil menggapai masa depannya. Pendidik yang berorientasi ke depan dan menjadi seorang motivator bagi para peserta didiknya. Pendidik yang senantiasa menggusung kalimat “ Keberhasilan” peserta didik adalah berkat pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman dari seorang pendidik yang maju terus, pantang mundur menciptakan para peraih nobel masa depan yaitu para siswa. Dan para siswa yang baik hendaknya memiliki cara pandang yang sama dengan guru yang senantiasa memberi mereka motivasi. Karena Siswa akan dikatakan berhasil dalam belajar apabila memiliki motivasi dan kreatifitas dalam belajar. Motivasi siswa dalam belajar adalah Kemauan, hasrat dan komitmen yang muncul dari dasar hati peserta didik untuk berdiri tegak dan maju dalam menggapai sebuah harapan positif. Sementara prestasi berupa kreatifitas siswa dalam belajar adalah kecakapan dan hasil karya seorang peserta didik yang dimiliki dari hasil apa yang telah dipelajari yang dapat ditunjukkan atau dilihat melalui hasil belajarnya ( Syah, 1995: 150 ).
Setiap siswa akan berprestasi apabila memiliki motivasi dan kemampuan belajar sebagaimana yang dikemukakan di atas. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah tidak semua siswa memilki motivasi dan kemampuan yang sama. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi dan kemapuan siswa dalam belajar, antara lain faktor internal, eksternal dan faktor pemberian motivasi, penghargaan dan hukuman dari sang pendidik.
Contoh faktor internal yang mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa adalah dalam belajar adalah kesehatan dan intelegensinya. Siswa yang sehat dan mempunyai intelegensi yang baik akan mempunyai motivasi dan kesiapan yang lebih baik dalam belajar sehingga kemampuan belajarnya bisa optimal. Sebaliknya siswa yang kurang sehat akan sulit menerima pelajaran sehingga kemampuan belajarnya kurang optimal. Contoh faktor eksternal yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam belajar adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga yang mendukung akan membuat siswa mudah untuk menerima pelajaran, sebaliknya lingkungan keluarga yang tidak mendukung, akan membuat siswa tidak tenang dalam belajar sehingga motivasi dan kemampuan siswa menjadi tidak optimal. Faktor pendekatan belajar dalam hal ini pembelajaran yang kreatif dan bervariasi yang dilakukan oleh guru juga akan memberikan motivasi dan kreatifitas belajar siswa yang berbeda. Siswa yang termotivasi dalam belajar akan memiliki kreatifitas yang lebih baik dari pada siswa yang belajar hanya sambil lalu saja (tidak mendalam). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa dalam belajar adalah adanya penghargaan dan hukuman yang diberikan oleh guru. Pemberian penghargaan dapat berupa pendekatan pembelajaran secara khusus atau secara individual disertai dengan system reinforcement dan hadiah atas keberhasilan peserta didik ( Wenar, Charles, 1994 ). Sementara pemberian hukuman yang mendidik dapat berupa kompetisi yang sehat yang diberikan guru kepada siswa tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Misalnya, Jika siswa terlambat datang ke sekolah, atau tidak mengerjakan tugas atau PR nya tepat pada waktunya, maka para siswa tersebut akan ditandingkan satu sama lain seputar topik pembelajaran yang sedang dipelajari atau menjawab pertanyaan dari guru secara lisan. Mereka akan diadu kecepatannya dalam menjawab pertanyaan dari guru. Siapa yang tercepat dalam menjawabnya akan terbebas dari hukuman. Contoh lain yang bisa dilakukan oleh pendidik adalah praktek teknik petualangan, seperti membaca dan mengintrepretasikan peta, jungle survival, penelusuran gua (caving), hingga mencari dan menyelamatkan korban (Maha Adi, Bobby Gunawan, 2001). Tetapi semua itu harus tetap terkondisi dalam “indoor situation” atau di dalam kelas belajar.
Faktor-faktor tersebut bisa menjadi faktor penentu dan pembantu untuk meningkatan prestasi siswa dalam pembelajaran juga sebagai kunci keberhasilan proses belajar mengajar jika dilakukan dengan professional dan menuntut jerih payah guru untuk melaksanakannya dengan optimal. Kreatifitas belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa menyerap pelajaran dengan cepat dan akhirnya berkreasi dan berprestasi. Dengan memberikan penghargaan yang tepat dan hukuman yang mendidik sekiranya dapat merangsang aktifitas berpikir siswa dengan cepat dan akhirnya dapat memunculkan reaksi, daya imajinasi dan jiwa kreatif dalam diri siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran tersebut. Kreatifitas belajar variatif akan membantu siswa untuk lebih termotivasi dan mampu dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan catatan guru tersebut haruslah konsisten untuk mengembangkan hasil kreasi siswa tersebut pada setiap tatap muka.Oleh karena itulah pemberian penghargaan berupa nilai mempunyai pengaruh yang sangat erat dengan peningkatan partisipasi hingga berujung pada prestasi belajar siswa. Dan karena peningkatan prestasi belajar siswa sangat variatif dan berbeda-beda untuk setiap individu, maka pemberian pada siswa tergantung pada cara guru dalam menerapkannya sehingga partisipasi dan prestasi belajar siswa dapat meningkat seperti yang diharapkan. Jadi, dapat dikatakan efektifitas pemberian penghargaan berupa nilai memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap peningkatan partisipasi dan prestasi belajar siswa.

Rabu, 06 Mei 2009

LANGKAH PASTI SANG ANAK JALANAN



Sepasang mata bening itu menatapku tajam, seolah-olah ingin tahu semua hal yang aku jelaskan. Wajah lugunya mengisyaratkan bahwa dia adalah seorang anak yang masih harus banyak menimba ilmu, belajar dan belajar. Walaupun waktu hampir menjelang magrib, tak sedikitpun raut kelelahan tampak dari wajah manisnya setelah seharian bekerja di pasar membantu orang tuanya. Indah, sebuah nama yang indah, adalah seorang bocah berusia 7 tahun dan belajar di Home Schooling ASAH PENA pada sore hari. Waktu pagi hari yang seharusnya digunakan untuk belajar di sekolah formal berganti dengan bekerja membantu orang tuanya berjualan ataupun membantu mengangkatkan barang para penjual dan pembeli di pasar sehingga mendapatkan upah seadanya untuk membantu menopang hidup keluarganya.
Pertama kali aku melihatnya, miris sekali melihat kondisi Indah yang kurus, berbaju kaos dan celana pendek apa adanya disertai wangi-wangian yang berasal dari pasar. Tapi hal itu tidak menjadi rintangan bagiku untuk membagikan ilmuku kepada orang yang membutuhkan. Akupun bertanya padanya, “ Indah tidak sekolah di SD negeri ya, nak?” Dia pun menggeleng seraya berucap, “ Tidak, bu. “ Mengapa, nak? Kan sekolah gratis,“ tanyaku lagi. Dengan malu- malu dia menjawab,” Kata mama, tidak ada uang untuk membeli baju seragam dan buku pelajaran. “ Indahpun menunjukkan senyuman yang paling manis di hadapanku, sambil melanjutkan tugas yang aku berikan padanya. Indah…Indah… di tengah himpitan hidup, kamu masih bisa tersenyum manis dan tetap semangat meniti masa depan yang menurutku terasa terjal. Jawaban yang dia berikan, betul-betul mencerminkan sebuah pertanyaan, “Inikah yang dinamakan sekolah gratis?” Walaupun jawaban itu tidak secara spontan keluar dari mulutnya yang mungil, tapi aku tahu, jika nanti menjelang dewasa, Indah pasti akan mempertanyakan hal itu.
Sebenarnya, Indah tergolong anak yang cerdas. Setiap aku selesai menjelaskan satu materi tertentu, Indah pasti bisa melakukannya dengan sempurna, sama sempurnanya dengan jawaban anak-anak yang diberi makanan bergizi dan belajar di sekolah formal. Bersama teman-teman yang senasib dengannya, Indah begitu rajin dan tekun melakukan aktifitas pembelajaran. Matanya berbinar-binar tatkala selesai melakukan tugas yang aku perintahkan, dan mengumpulkannya sambil berlari menuju kearahku. “ Bu, aku sudah selesai.” Aku memeriksa semua pekerjaan Indah. “ Bagus, Indah, tidak ada yang salah, Indah memang hebat, jawabku sambil menunjukkan dua jempol kepadanya. “ Indah pun melompat-lompat tanda kegirangan. “ Tapi kegirangan itu tidak berlangsung lama karena Indah menanyakan tugas berikutnya. “ Belajar apa lagi, Bu?” Indah begitu bersemangat menanti ilmu-ilmu yang pastinya akan sangat bermanfaat baginya kelak. Akupun menyambut tantangan Indah dengan mengajak semua murid bermain permainan bahasa Inggris yang sangat mudah. Indahpun mengajak semua teman-temannya untuk segera berdiri, dan menggerakkan tubuh mereka melalui permainan dan lagu“ UP and DOWN and SHAKE, shake, shake “ . Pada awalnya, teman-teman Indah terlihat malu-malu untu melakukannya. Tapi melihat Indah yang lincah dan gesit mengikuti gerakanku, mereka seperti terhipnotis untuk melakukan hal serupa. Dengan serta merta Indah memberikan komando layaknya seorang polisi wanita kepada teman-temannya untuk bersiap-siap belajar bahasa Inggris. “ One, two, three, go!!!” Alhamdulillah, dengan komando yang Indah berikan beserta arahan-arahan dariku, semua murid bisa melakukan permainan “Up and Down” tersebut dalam 2 arahan, formasi pertama dan formasi terbalik sehingga membuat suasana belajar menjadi riang gembira. Belajar menjadi suatu hal yang sangat menggembirakan bagi mereka terlihat dari senyuman, gerakan dan ucapan bahasa Inggris yang sangat lucu, terlontar dari mulut Indah dan teman-temannya.
Indah memang seorang anak yang menyukai pelajaran bahasa Inggris, tak terkecuali teman-temannya. Mereka begitu antusias jika belajar Tidak pernah sedikitpun mereka bercanda dan mengobrol sana-sini ketika guru menjelaskan sebuah materi kepada mereka. Indah dan teman-temannya memperhatikan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh guru mereka sehingga mereka dapat dengan mudah melakukan tugas-tugas yang diberikan. Ketika jam belajar selesai, Indah selalu menanyakan untuk diberikan tugas berupa pekerjaan rumah olehku. Sebagai guru bijak, aku tidak akan menghalagi niat seorang anak untuk belajar walaupun di tengah kondisi yang kurang begitu menguntungkan. Tapi, sebelumnya, aku bertanya padanya, “ Indah tidak capek kalau diberikan PR?” Nanti tidurnya kurang, nak.” Indah menjawab, “ Tidak kok, bu.” Aku pasti sempat mengerjakannya. Aku pasti bisa, harus bisa. “ Aku mau belajar banyak , bu soalnya aku ingin menjadi seorang polisi wanita,” katanya sambil menengadahkan kedua tangannya keharibaan Illahi. ” Amin! “ bersama teman-temannya, akupun mengamini doa Indah.
Sebelum berpamitan pulang, Indah kembali memimpin teman-temannya untuk berdoa dan mengucapkan salam ke dalam bahasa Inggris. Dengan tegas dan lugas dia berkata, “ Ok, friends, let’s pray together. Pray start!” Kemudian secara bersama-sama mereka membaca surah Al-Ashar, surah yang menjadi penutup aktifitas pembelajaran. Setelah selesai, Indah kembali menutup perjumpaan dengan berkata, “ Say salam !” Teman-temanpun berteriak mengucapkan “ Assalamualaikum wr.wb” kepadaku dan guru-guru lain kemudian berpamitan dengan sopan sambil mencium tanganku dan rekan-rekan guru yang berjumlah 4 orang. Setelah menyalamiku dan teman-temanku, mereka berlari menuju rumah mereka masing-masing. Indah menjadi bocah terakhir yang menyapaku dengan tantangan belajar selanjutnya, “ Bu, besok, belajar lagi ya.” Aku pun tersenyum dan menganggukkan kepalaku seraya mengelus rambutnya, “ Ya, Indah sayang. Hati-hati di jalan ya, nak!” kataku sambil melambaikan tangan padanya. Indah pun berlari kencang menyusul teman-temannya.
Indah… namamu memang Indah, seindah semangat belajarmu yang menyala-nyala. Keinginan hatimu yang mengatakan “ Aku harus bisa “ menjadi contoh bagi anak-anak lain untuk bisa berbuat lebih dari yang kamu lakukan. Mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan cita-citamu yang begitu mulia. Amin, Yaa Robbal Alamin.”

Senin, 04 Mei 2009

REFLEKSI HARDIKNAS, KUALITAS GURU KAL-TIM, LAYAK ATAU TIDAK?

Sejauh ini peningkatan SDM di Kaltim selalu diupayakan seirama dengan perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin canggih. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sebagai konsekuensi logis, pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat manusianya dalam hal ini SDMnya terlihat sangat misteri. Kedua, karena usaha pendidikan itu demikian luas sehingga harus mengantisipasi ke masa depan tentu saja segenap seginya tidak terjangkau oleh kemampuan daya ramal manusia. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana pendidikan dapat membekali perserta didik keterampilan kerja yang mantap untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat. Tentu saja SDM yang berkualitas sangat diperlukan untuk menjawab permasalahan ini. Lantas, bagaimana kita tahu bahwa SDM guru yang ada di KALTIM sama berkualitas dengan guru yang ada di pulau Jawa? Berbicara tentang sistem desentralisasi dalam kaitannya dengan peningkatan SDM berarti berbicara tentang aspirasi serta harapan masa depan dan kesejahteraan SDM itu sendiri yang notabene adalah guru. Kalau dampak desentralisai pendidikan tidak berpihak pada guru berarti tidak ada bedanya dengan kebijakan yang diberlakukan pada saat sentralisasi. Maksud dari desentralisasi pendidikan sudah pasti berpihak pada guru yang muaranya akan terjadi peningkatan kualitas guru itu sendiri. Semua pengalokasian dana pastinya dikelola oleh daerah sesuai dengan porsinya masing-masing. Anggaran dana untuk pendidikan dari zaman ke zaman tidak ada bedanya karena prosentase yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sama dengan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Sejalan dengan pemikiran tersebut bagaimana kita bisa meningkatkan kualitas SDM di KALTIM kalau dana yang dialokasikan hanya 20%??!! Apakah mungkin biaya pendidikan dan pelatihan guru dibayar dengan harga murah? Mampukah pemerintah daerah mendukung kegiatan diklat bagi guru dalam kaitannya dengan peningkatan mutu SDM guru tersebut? Apakah pemerintah mampu mendatangkan nara sumber berkualitas dari luar negeri untuk mengisi kekosongan wawasan guru di KALTIM yang sudah pasti mengeluarkan dana yang tidak sedikit? Mampukan pemerintah daerah memberikan biaya transportasi dan makan siang guru yang mengikuti diklat peningkatan mutu tersebut? Tegakah pemerintah daerah membiarkan guru mengisi kekosongan wawasan tetapi kekosongan terjadi di daerah lambungnya? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul berkaitan dengan kebijakan desentralisasi. Pertanyaan-pertanyaan yang dituangkan oleh penulis tadi sekaligus merupakan jawaban-jawaban atas kebijkan desentralisasi dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas SDM yang ada di KALTIM. Karena polemik yang ada sejauh penelusuran penulis, kebijakan desentralisasi tidak memberikan efek langsung terhadap peningkatan kualitas SDM di KALTIM. Tinggal bagaimana sang pemegang kebijakan tersebut merubah pola pikir yang selalu mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Sejalan dengan hari Pendidikan Nasional, terobosan-terobosan apa kiranya yang dapat dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan semangat anak bangsa yang memiliki ikrar "Menuju pendidikan yang lebih baik."Apakah kemajuan pendidikan hanya diukur dari kebebasan peserta didik membayar uang sekolah, tanpa memedulikan bagaimana guru dan peserta didik di Indonesia mampu bersaing dengan guru-guru bahkan peserta didik di negara Asia tenggara. Menurut hemat penulis, kualitas SDM khususnya generasi muda Indonesia tidak terlalu menggembirakan karena terlalu banyak manipulasi yang dilakukan oleh para pendidik dan pemerhati pendidikan sehubungan dengan penilaian peserta didik. Contoh konkritnya, Survey membuktikan, (berdasarkan suara hati rakyat) bahwa peserta didik yang tidak berkompeten bisa saja mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari pada siswa lain hanya karena mengikuti les tambahan dengan guru bidang studi tertentu. Karena mendapat upah dari les tersebut, mau tidak mau, suka tidak suka, guru tersebut harus memberikan nilai lebih pada peserta didik yang memberikan "nilai" lebih tersebut. Sementara siswa lain yang berkompeten tetapi tidak mengikuti les tambahan tersebut, akan mendapat nilai apa adanya bahkan kalau bisa jauh di bawah nilai peserta didik khusus tersebut ditambah dengan perlakuan istimewa.

Belum lagi, guru-guru yang suka "memakan" gaji buta, di mana setiap masuk ke dalam kelas beliau hanya memberikan catatan dan tugas-tugas yang seabrek kepada peserta didik tanpa menjelaskannya , setelah itu pamit keluar dan tidak kembali lagi sampai jam pelajaran selesai. Dan jika ulangan tiba, peserta didik yang nilainya tidak tuntas dengan bidang studi tersebut, harus mengikuti "remedial siluman", maksudnya tidak mengikuti test serupa lagi, tapi cukup membayarnya dengan coklat, minyak tawon, rokok dan lain-lain sampai "nilai nyata." Kemudian buku rapor yang diterima siswa setiap semester, tidak lagi mencerminkan output yang berkualitas, tapi lebih kepada ... "proyek siluman". Peserta didik yang murni berkualitas akan berteriak dalam hatinya, " Adilkah ini?" Apakah aku tidak berhak mendapatkan hak atas kerja kerasku?" Mengapa nilaiku harus sama dengan siswa yang tidak bekerja keras tapi sanggup memberi "kertas"?

Pembaca yang budiman, kita tidak boleh menutup mata, bahwa kejadian itu memang benar-benar ada tapi sedikitpun tidak ada respon dan perhatian dari pemerintah. Inikah gambaran kualitas SDM guru yang ada di KALTIM tercinta ini? Sekali lagi," Apakah sudah cukup dengan kebijakan membebaskan biaya sekolah bagi peserta didik tanpa menghiraukan guru-guru yang sudah melakukan korupsi administratif (waktu) dan memperlakukan siswa dengan seenak perutnya.

Pemerintah yang budiman, penulis tidak bermaksud mencampuri kebijakan desentralisasi dan Manajemen Berbasis Sekolah yang sudah susah payah dibuat dan diperjuangkan. Tapi akan lebih baik jika Dinas Pendidikan Nasional maupun Provinsi mengirimkan utusannya secara rutin untuk mengontrol kinerja guru-guru yang ada di KALTIM. Jika terdapat banyak ketimpangan yang terjadi selama proses pembelajaran, berikan masukan, saran, kritik yang membangun dan training penambahan wawasan keilmuwan dan psikologi anak didik sehingga guru akan bekerja secara proporsional dan profesional menuju guru yang bermartabat. Penulis sangat mengharapkan jika pemerintah mau meluangkan waktunya untuk melakukan supervisi rutin yang terjadual seminggu sekali untuk menguji keloyalitasan guru sebagai seorang pendidik dan pahlawan tanpa tanda jasa. Bagaimana Pak, Bu?

Rabu, 22 April 2009

SUPERVISI PENDIDIKAN, PENTING YA?


Supervisi merupakan sebuah kata yang mempunyai makna yang lebih “ human ” dan manusiawi. Supervisi tidak identik dengan mencari-cari kesalahan yang dibuat oleh orang lain, ataupun mengidentifikasi hal-hal yang sudah baik atau belum, tetapi lebih mengarahkan kegiatannya pada upaya melakukan pembinaan terhadap orang yang di supervisi. Namun terkadang kata “ supervisi “ menjadi momok yang sangat menakutkan bagi orang yang mengalaminya. Persiapan demi persiapan pun dilakukan untuk menampilkan “ Best performance and Action “ demi sebuah pencitraan diri maupun lembaga. Ironis memang, sebuah perubahan positif nan dinamis yang seharusnya menjadi makanan ataupun kebiasaan sehari-hari, berubah menjadi makanan dan perlakuan tambahan yang hanya diberikan pada saat sang “supervisor” melakukan supervisi. Segala bentuk kebohongan akan terlihat dan tertata rapi walaupun nun jauh di sana kebobrokan demi kebobrokan tertutup dengan sempurna dan baru akan terbuka kembali jika tidak ada supervisi. Padahal, kalau kita mau berlaku jujur pada diri kita masing-masing, banyak sekali penyakit-penyakit yang bersemayam di dalam diri dan harus segera disembuhkan. Penyakit seperti kemalasan, kinerja yang tidak lagi kreatif dan inovatif serta melemahnya motivasi kerja menjadi alasan utama dilakukannya supervisi. Penyakit-penyakit tersebut tidak dapat sembuh jika sang “ Pasien “ tidak berobat kepada sang “ Dokter “. Sang dokter akan berupaya menyembuhkan sang pasien dengan memberikan racikan obatnya dengan harapan setelah meminum obat yang telah diracik oleh dokter tersebut sang pasien bisa sembuh dan siap melakukan aktifitasnya dengan lancar dengan kondisi yang segar dan bugar.
Ilustrasi di atas merupakan sekelumit gambaran mengapa supervisi begitu bermakna. Kalau contoh di atas adalah upaya yang dilakukan sang dokter untuk menyembuhkan pasien, supervisi pendidikan lebih menitikberatkan pada upaya melakukan pembinaan terhadap orang-orang ataupun lembaga yang mempunyai kelemahan-kelemahan dalam bidang tertentu, untuk dibina dan dicarikan solusi atas kendala yang dihadapi selama menjalankan rangkaian aktifitas yang berhubungan dengan akademis maupun administrasi.
Berbicara tentang ruang lingkup supervisi yang terdiri dari akademik dan administrasi, kedua hal tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Jika supervisi akademik lebih memfokuskan kegiatan pada aspek akademik, maka supervisi administrasi lebih mengamati hal-hal yang bersifat administrasi atau layanan dan dukungan yang bertujuan memperlancar jalannya kegiatan akademik. Kesimpulannya tugas kepala sekolah adalah mengarahkan seluruh kegiatannya pada supervisi akademik, sedangkan pengawas sekolah lebih fokus pada supervisi administrasi. Pemisahan ruang lingkup tersebut dimaksudkan sebagai upaya sinkronisasi tugas antara kepala sekolah dan pengawas.
Pada bab ini, penulis akan berbagi sedikit pengalaman ketika Kepala sekolah, pengawas dari Dinas Pendidikan kota Balikpapan dan Sampoerna Foundation mengamati perilaku penulis selama kegiatan belajar mengajar bahasa Inggris berlangsung. Yang perlu penulis tekankan di sini adalah, dengan ataupun tanpa pengamatan dari kepala sekolah ataupun pengawas, Insya Allah, penulis akan tetap menjalankan tugas secara professional, karena segala jenis penghambaan hanya ditujukan kepada Yang Maha Tahu, Yang Maha Melihat, dan Maha Mengawasi apa-apa yang dilakukan oleh hambaNya di muka bumi ini yakni “ Murroqobatullah “ (Pengawasan Allah).
Persiapan yang penulis lakukan baik pada saat mengajar biasa maupun saat ingin disupervisi tidak jauh berbeda. Karena tugas utama seorang guru adalah bagaimana kita bisa memuaskan pelanggan yang dalam hal ini adalah peserta didik kita untuk bisa memahami dan mampu berbuat serta mengamalkan ilmu yang telah kita berikan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Penulis berpikir, pembelajaran yang baik, tidak perlu direkayasa sedemikian rupa hanya untuk mencari sebuah prestise. Diawasi atau tidak, tetaplah konsisten dan komitmen untuk berbuat lebih baik bagi orang banyak.
Alhamdulillah, sewaktu penulis melakukan KBM baik di SMAN 4 maupun SMAN 2 Balikpapan, Kepala Sekolah penulis mengawasi penulis sebanyak 5 kali sedangkan pengawas dari Dinas Pendidikan sebanyak 4 kali dan 1 kali dari Sampoerna Foundation. Kegiatan supervisi yang berlangsung selama 90 menit tersebut sesuai dengan alokasi waktu pembelajaran setiap pertemuan, Kepala sekolah mengamati perilaku mengajar penulis sambil mencatat komponen-komponen mengajar apa saja yang sudah terpenuhi atau tidak. Setelah jam pelajaran bahasa Inggris berakhir, Kepala Sekolah memanggil penulis untuk memberikan saran dan masukan seputar KBM yang penulis lakukan di kelas serta meminta tanggapan dari penulis sendiri. Sementara pengawas bidang studi Bahasa Inggris yang berasal dari Dinas Pendidikan juga melakukan hal serupa, yaitu mengawasi penulis selama 90 menit, cuma bedanya pengawas-pengawas tersebut berasal dari 2 institusi yang berbeda namun tetap dalam lingkup pendidikan bahasa Inggris, jadi ada semacam pertukaran ide, kreasi dan inovasi yang sangat bermanfaat bagi penulis untuk mengajar lebih baik lagi di pertemuan yang akan datang. Pengawas-pengawas tersebut juga memberikan komentar dan umpan balik yang sangat positif kepada penulis dihadapan para siswa di mana penulis mengajar. Bahagia sekali, jika proses supervisi dilakukan dalam situasi yang sangat menyenangkan seperti yang dialami penulis tadi. Penulis tidak pernah menganggap bahwa supervisi adalah kegiatan yang menegangkan, menakutkan dan membuat guru mengajar dengan kesan yang dibuat-buat , tetapi lebih dari itu, supervisi adalah upaya pembinaan dan ajang introspeksi diri dengan mencari solusi terbaik atas kendala yang dihadapi selama kegiatan belajar mengajar serta mempererat tali silaturahmi antara guru dan pengawas pendidikan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kegiatan supervisi ( classroom visitation ) ini dilaksanakan hanya pada momen-momen tertentu saja dan tidak menjadi agenda rutin yang harus dilaksanakan oleh guru, kepala sekolah maupun pengawas sekolah minimal sebulan sekali sehingga ada upaya perbaikan yang terus menerus ( continuously ) untuk menghasilkan guru-guru yang berkualitas dan ready to be supervised! Apakah ada yang bisa menjawabnya?

Minggu, 29 Maret 2009

MENDIDIK DENGAN HATI





BAGIAN PERTAMA
AKU DAN PROFESIKU


Suatu hari dalam kegiatan proses belajar mengajar seorang guru bertanya tentang materi pelajaran yang telah diajarkannya kepada beberapa siswa. Siswa pertama yang ditanya, dengan mudah menjawab pertanyaan si guru. Begitu juga halnya siswa yang kedua,dan ketiga, kecuali siswa yang keempat. Siswa yang keempat ini susah menjawab atau susah mengingat apa yang harus ia kemukakan atas pertanyaan si guru tersebut. Pertanyaan yang muncul dalam benakku adalah apakah aku harus tinggal diam menyaksikan satu diantara muridku tidak bisa menjawab pertanyaanku? Atau aku harus bersifat angkuh dengan mengatakan, ” Toh, dia bukan anakku, ya sudahlah kalau tidak bisa ya mau diapain lagi, untuk apa dipaksa-paksa?” Atau ungkapan-ungkapan egois yang tidak mencerminkan seorang pendidik sekaligus pahlawan tanpa tanda jasa, CALON penghuni syurga utama di akhirat nanti, seperti, ” Ya, nggak usah repot-repot, wong gaji guru itu kecil, suruh aja yang nggak bisa itu les tambahan, biar dapat duit tambahan, kan yang untung kita juga.”
Pembaca yang budiman, kalau semua guru bermental seperti itu, apa yang akan terjadi dengan pendidikan di Indonesia yang hampir terpuruk? Apakah berprofesi sebagai seorang guru hanya menuntut upah semata bukan ”reward” yang sangat besar dari Allah SWT? Secara manusiawi semua orang di dunia memerlukan hal yang nyata yang bisa didapat langsung pada saat dia sangat membutuhkannya. Tapi jangan lupa akan janji Allah yang tercermin dalam QS. At Taubah : 105
È105. dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Subhanallah ! Allah, Rasul-Nya dan orang-orang mukmin senantiasa melihat gerak gerik kita dalam beraktifitas. Apakah tidak cukup, janji itu yang menopang diri kita untuk berbuat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi orang banyak.
Pembaca yang budiman, profesi guru memang tidak menjanjikan kekayaan dari sudut lahiriah saja. Tapi secara batiniah, aku sangat puas dengan profesi yang tengah kujalani ini. Profesi di mana aku bisa mentrasfer ilmuku kepada orang yang sangat membutuhkan, terutama kedua anakku tercinta dan peserta didikku. Profesi yang melatih aku untuk bersikap sabar menghadapi karakter manusia yang beraneka ragam. Profesi yang membimbing saya untuk bersifat qonaah dalam menerima segala bentuk konsekuensi profesi yang saya jalani. Profesi di mana aku bisa menyuburkan pohon amalku untuk menghadap sang pencipta. Profesi yang membuat aku, Insya Allah bertambah cerdas karena aku mencerdaskan orang lain. Profesi yang membuat aku senantiasa bersyukur menjadi seorang pekerja pendidikan di mana di luar sana masih banyak pengangguran merajalela. Profesi yang akan menggiring saya menuju syurga impian setiap umat. Wallahu a’lam bishowab.
Alhamdulillah, aku cinta mengajar, cinta profesi yang aku jalani seperti aku mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya beserta orang-orang mukmin. Cintaku yang tak akan lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Aku tidak akan berpaling.













BAGIAN KEDUA
MENYELAMI KEINGINAN PESERTA DIDIK
Inovasi dalam dunia pendidikan menghendaki adanya sikap demokrasi dalam proses belajar mengajar. Seperti yang diutarakan oleh Walter H.c Laves and Charles A. Thomson dalam bukunya berjudul “Educational democracy”, I am OK, You are OK, on the contrary, I am not OK, You are not OK. Suatu proses belajar mengajar yang baik hendaklah berbagi porsi. Maksudnya seorang guru tidak boleh puas hanya dengan menggunakan satu model pembelajaran yang sekiranya hanya beberapa % siswa yang mengerti terhadap satu materi, melainkan mencoba menggali model-model pembelajaran yang up to date, sehingga memudahkan siswa menyerap ilmu dengan lebih optimal. Makna dari kalimat I am OK dan I am not OK menandakan bahwa guru harus bisa mengkondisikan dirinya laksana seorang raja yang bijak dan sangat memahami masalah rakyatnya. Siswa yang penulis anggap seperti rakyat di sini, tentu saja mempunyai kapasitas yang berbeda-beda tergantung pada tingkat intelektualitas dan latar belakang social ekonomi. Sehingga raja bijak semestinya harus lebih banyak mendengarkan suara hati rakyat dan lebih mencari solusi pemecahan masalah daripada hanya memberikan instruksi sebanyak-banyaknya.
Sementara itu siswa yang dididik secara demokratis akan menjadi manusia yang demokratis pula. Ternyata, pendidikan yang demokratis itu tidak hanya bermanfaat bagi pelajar dan pengajar saja, akan tetapi juga memberi efek langsung pada perkembangan pendidikan di Indonesia di masa yang akan datang.
Kata I’m OK, You’re OK, dan I’m not OK, you’re not OK menjadi inspirasi mengapa penulis harus mengajar dengan kondisi yang menguntungkan sekaligus menyenangkan kedua belah pihak., guru dan siswa. Guru sejati seyogyanya tidak memaksakan keinginannya yang berlebihan sementara siswa tidak mampu membendung ambisi beliau yang sungguh di luar batas kemampuan mereka. Mulailah mendengar dengan hati nurani kita apa sesungguhnya yang diinginkan peserta didik. Jika guru ingin mengajar di depan kelas, lihatlah kondisi siswa pada saat itu, apakah mereka senang, sedih, atau sakit? Jika kondisi mereka belum memungkinkan untuk belajar dikarenakan tuntutan mata pelajaran tertentu yang tak kunjung selesai, mengapa tidak kita ajak mereka melepaskan segala bentuk kepenatan mereka dengan melakukan permainan-permainan sederhana tetapi tetap sesuai jalur mata pelajaran yang kita ampu? Istilah “ Ice Breaking “ memang sangat tepat untuk menghilangkan segala bentuk ketegangan dan kepenatan yang tidak hanya dialami siswa, tetapi juga kita sebagai pendidik yang seharian mengajar pastinya perlu merilekskan otot-otot tubuh yang tegang setelah menghadapi berbagai macam tingkah laku siswa ataupun rekan sesama guru.
Jika kita berusaha mengatasi batu-batu kerikil selama proses belajar mengajar berlangsung, hal itu tentu saja tidak hanya bermanfaat bagi kita sebagai guru, tetapi juga bermanfaat bagi peserta didik. Pengalaman penulis sendiri, ketika perlakuan-perlakuan menyenangkan di berikan kepada siswa, ada yang tidak bisa penulis lupakan sampai saat ini yaitu “ Sebuah kesembuhan” yang dialami oleh satu diantara siswa yang pada saat itu terkena demam, tetapi tetap masuk sekolah, sebut saja, “ Ani ”. Penyakit demam pastinya mengganggu gerak tubuhnya untuk melakukan aktifitas yang sangat berat. Jadi, ketika penulis masuk kelas pada jam terakhir, yaitu tepat pukul 12.45 tengah hari, suasana kelas pastinya sudah sangat panas dan konsentrasi belajar mulai berkurang. Mimik bosan yang terpancar dari raut wajah peserta didik membuat penulis berpikir 100 kali untuk memulai pelajaran. Siasat punya siasat penulis mengajak semua peserta didik untuk segera berdiri, dan menggerakkan tubuh mereka melalui permainan dan lagu“ UP and DOWN “ . Pada awalnya penulis mengizinkan “ Ani “ untuk tidak melibatkan diri dalam permainan dan lagu tersebut. Tetapi “ Ani “ bersikeras untuk ikut dalam kegiatan tersebut, karena Alhamdulillah, Ani memang seorang anak yang menyukai pelajaran bahasa Inggris. Dengan senyum yang terlihat dipaksakan Ani menjawab, “ Tidak apa-apa, Bu.” Insya Allah, saya masih kuat.” Katanya lirih. Sebagai guru bijak, penulis tidak akan menghalagi niat seorang anak untuk belajar walaupun di tengah kondisi yang kurang begitu menguntungkan. Akhirnya, dengan lantunan “ Basmallah “ Bismillaahirrohmaanirrohim…” Penulis mulai memperagakan sekaligus menyanyikan lagu “ UP and DOWN “ dan seterusnya. Begitu mendengar lagunya, sontak para siswa tertawa dan berteriak “ “huu…” melihat gerakan-gerakan lucu yang dilakukan oleh penulis. Penulis lantas tidak menjadi malu karenanya, dan mengajak seluruh siswa untuk menyanyi bersama dan menggerakkan tubuhnya sama seperti arahan yang dilakukan oleh penulis. Alhamdulillah, semua siswa terlibat secara aktif begitu pula dengan Ani. Ani pun terlihat tertawa terpingkal-pingkal melihat gerakan lucu yang dilakukan oleh siswa laki-laki yang senang melakukan banyak improvisasi gaya. Kemudian, penulis membolak balik lagu tersebut hingga siswa kebingungan melakukannya karena dilakukan dengan tempo yang semakin dan semakin cepat. Akhirnya kelas yang tadinya tidak kondusif, menjadi siap untuk menerima pelajaran. Sementara Ani langsung mengucapkan terima kasih kepada penulis karena tubuhnya mengeluarkan banyak keringat dan tidak merasakan lemah lagi disekujur tubuhnya. Ani berucap, “ Bu, Alhamdulillah saya sudah sehat.” Ani meyakinkan saya. Walaupun dalam hati kecilku mengatakan, bahwa kegiatan yang kita lakukan bersama adalah untuk mengurangi sedikit beban sakit yang Ani rasakan.Teman-teman Ani pun bertepuk tangan tanda senang dan mendukung Ani agar semangat belajar serta menantang gurunya, dalam hal ini penulis untuk melakukan kegiatan seperti ini lagi di setiap pertemuan. Penulis bergumam dalam hati, “ Terima kasih Yaa Allah, Engkaulah yang Maha menyembuhkan segala macam penyakit dan membuat hambaMU dapat bermanfaat bagi orang lain.” Hambamu akan berusaha menyenangkan hati peserta didikku, karena hambamu yakin bahwa Engkau pasti menyenangkan hatiku setiap saat.”
Penulis sangat bersyukur sekali kehadirat Allah sang pencipta karena ayat-ayat cintanya yang tertulis dalam Al Qur’an sangat menyentuh sanubari setiap umat betul-betul menjadi motivator bagi penulis untuk berbuat lebih banyak lagi buat pendidikan. “ If I’m OK, you must be OK! Is that right?”















BAGIAN KETIGA
ARTI SEBUAH LOYALITAS



Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Segala bentuk loyalitas manusia di dunia ini hanya ditujukan kehadirat Allah sang empunya alam semesta. Loyalitas murni dan ikhlas dari para hambaNya yang bertaqwa. Seluruh aktifitas tercurah hanya untuk mengharap ridho Allah semata. Sebuah bentuk loyalitas abadi dari seorang hamba yang beriman di mana setiap melakukan aktifitas keduniawiannya, loyalitas selalu ada dalam diri dan pikirannya dan membuatnya selalu merasa bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi dan menguji keloyalitasannya.
Tapi akankah loyalitas ini menjadi bagian penting dalam diri manusia?
Coretan yang ada pada ilustrasi tulisan ini adalah pernyataan yang timbul dari benak penulis selama melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah. Penulis berfikir, segala bentuk kecerdasan dan kelemahan dalam diri siswa, benar-benar menantang ketegasan dan profesionalisme seorang guru untuk bisa menangani siswa yang memiliki latar belakang sosial yang berbeda. Terlebih apabila di sekolah yang bersangkutan memiliki anak-anak berkebutuhan khusus (inklusi) dan berkelemahan dalam pemikiran sehingga jauh dari akses pendidikan. Di sinilah bentuk loyalitas seorang guru akan teruji.
Seperti ketika penulis melakukan penelitian kecil-kecilan di kelas tempat penulis mengajar, penulis menemukan sekitar 65% siswa mengalami kesulitan dalam menyerap materi pelajaran. Jumlah terbanyak yaitu laki-laki, sekitar 40 % dan pada siswa perempuan 25% dari jumlah total siswa yang ada di dalam kelas.
Singkatnya, penulis mengklasifikasikan siswa-siswa tersebut sebagai berikut:
a. Siswa berkebutuhan khusus = 10%
b. Siswa yang memiliki IQ di bawah rata-rata = 40 %
c. Siswa yang memiliki IQ standar = 30
d. Siswa yang memiliki IQ di atas rata-rata = 20 %
Subhanallah. Begitu mulianya Allah membuat manusia dengan kapasitas yang berbeda-beda dengan maksud agar mereka bisa saling mengisi, memberi satu sama lain, yang kuat membantu yang lemah, membagi kelebihan kepada yang berkekurangan, sehingga ukhuwah diantara sesama manusia tetap terjaga.
Pembaca yang budiman, pada awalnya, penulis merasa kaget dan bertanya mengapa siswa berkebutuhan khusus disekolahkan di sekolah umum dan bukan di sekolah yang layak fasilitas bagi mereka serta tenaga pengajar yang telah terlatih untuk menangani hal tersebut? Apakah semua guru bisa total dalam melaksanakan proses belajar mengajar? Apakah target pengajaran dapat tercapai? Dan banyak sekali apakah-apakah lainnya yang timbul dalam benak penulis.
Sampai pada akhirnya, penulis berinisiatif untuk mencari model pembelajaran yang cocok bagi siswa berkebutuhan khusus dan standar yang menghuni kelas yang sama. Dengan membaca basmallah dan mentadaburi surat cinta Allah, “ Laa taqnatu mirrohmatillah..” ( janganlah engkau berputus asa dari rahmat Allah ), penulis bersama teman-teman pengajar lainnya bertekad untuk membuat siswa yang kompleks tadi mampu bersama-sama khususnya dalam menyerap materi pelajaran bahasa Inggris yang diampu oleh penulis. Penulis yakin, Allah SWT pasti membantu setiap hambaNya yang loyal dalam pekerjaannya.
Pembaca yang budiman, sedikit gambaran tentang tentang siswa yang berkebutuhan khusus yang terdapat di sekolah penulis mewakili anak- anak lainnya. Mereka bernama Sardani dan Novalina. Sardani memiliki ketidakmampuan untuk membaca tulisan yang terdapat dalam buku pegangan ataupun yang tertulis di papan tulis. Tantangan guru di sini adalah menulis satu kalimat dengan huruf yang sangat besar dan menghabiskan 2 halaman buku tulis jika melaksanakan ujian secara tertulis. Jadi jika ada 10 soal ujian, guru membutuhkan 20 halaman buku tulis yang sebelumnya telah ditulis soal yang dimaksud. Sementara untuk ujian lisan, asalkan guru mau membacanya dengan tegas dan berulang-ulang, serta memberinya waktu lebih untuk berpikir, Insya Allah Sardani mampu menjawabnya dengan benar. Sementara Novalina memiliki kelemahan dalam hal pendengaran dan untuk berbicara dengan jelas. Novalina mampu untuk menjawab soal-soal tertulis tapi perlu pengulangan untuk soal-soal yang berbau lisan serta memberikan waktu lebih buat Novalina untuk merangkai kata-kata yang ingin dilontarkannya. Jelas, kesabaran, ketelatenan dan tentu saja loyalitas sang guru sangat teruji.
Kemudian, bagaimana dengan siswa yang lain? Sementara jumlah siswa dalam kelas sekitar 40 hingga 45 siswa. Guru tidak seharusnya menelantarkan mereka hanya untuk siswa berkebutuhan khusus, tapi sangat bijak untuk memberi pengertian terhadap yang mampu untuk memiliki rasa toleransi yang tinggi kepada mereka yang lebih membutuhkan. Yang paling utama adalah memberi bekal kepada siswa yang memiliki kelebihan bahwa betapa pentingnya berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairot) sejak dini.
Setelah penulis memberikan wejangan demi wejangan seluruh siswa di sekolah khususnya yang sekelas dengan Sardani dan Novalina mengerti dan mulai memahami arti solidaritas yang sebenarnya dan bahu membahu membantu mereka berdua.
Sementara itu, dalam pengajaran, penulis juga sangat memperhatikan aspek psikologi sosial yang mengamati kegiaatan manusia dari segi-segi ekstern (lingkungan sosial, fisik; peristiwa-peristiwa, gerakan-gerakan massa) maupun dari segi intern ( kesehatan fisik perorangan, semangat dan emosi ). Dengan menggunakan kedua macam analisa ini, ilmu pendidikan dapat menganalisa secara lebih mendalam makna dan peran “orang-orang kuat”, kondisi-kondisi sosial ekonomi serta ciri-ciri kepribadian yang memungkinkannya memainkan peranan besar itu. Psikologi sosial juga dapat meredakan sikap dan reaksi siswa terhadap gejala baru yang dihadapinya.
Pembaca yang budiman, loyalitas guru bagaikan social contract (kontrak sosial) antara pendidik dan peserta didik. Tiap-tiap siswa mempunyai hak-hak belajar yang tidak boleh diselewengkan oleh guru dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman-kecaman terhadapnya, menurut pola yang sudah lazim digunakan dalam proses belajar mengajar.
Deskripsi tentang Sardani dan Novalina menuntut kesabaran dan ketelatenan yang tinggi dari seorang guru untuk bisa membawa mereka perlahan-lahan namun pasti menggapai masa depannya.
Oleh karena itu, dalam hidup dan kehidupan di dunia yang hanya sementara ini hendaklah digunakan untuk mencari buah/bekal ketaqwaan tersebut yang terlihat dari sikap loyal guru terhadap muridnya yang senantiasa mendidik dengan hati dan selalu berlomba-lomba dalam kebaikan inilah merupakan cara yang sangat baik menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pembaca yang budiman, kita tidak boleh menutup mata akan keberadaan Sardani dan Novalina lain yang juga ingin menuntut haknya belajar di sekolah umum. Penulis berharap sosok mereka juga bisa menempati kursi kosong diseluruh sekolah umum yang ada di Indonesia tanpa terkecuali.
Untuk para pemegang kebijakan, penulis berharap untuk lebih jeli menyikapi dunia pendidikan yang pernuh warna ini. Penulis, mewakili para guru yang ada di Indonesia hanya menginginkan fasilitas pendidikan untuk siswa - siswi kami yang berkebutuhan khusus sehingga memudahkan mereka untuk mengejar ketertinggalan waktu saat belajar maupun ujian.
Penulis yakin, where there is a will, there is a way. Tidak ada kata terlambat dalam berinovasi dalam kebaikan. Mudah-mudahan dapat ditindak lanjuti serta mencari solusi-solusi terbaik dalam membangun anak bangsa kearah yang lebih maju. Wallahu a’lam bishowab.




BAGIAN KEEMPAT
AKU, ANAK JALANAN DAN HOME SCHOOLING ASAH PENA
Miris hati melihat kondisi anak-anak jalanan di pasar klandasan Balikpapan yang sepatutnya berada di sekolah, harus membantu orang tuanya mencari nafkah pada saat anak-anak lain harus duduk manis di sekolah. Pekerjaan mereka sebagai tukang semir sepatu, tukang parkir, penjual buah, pengangkut barang orang yang berbelanja di pasar, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang bisa mereka kerjakan. Dari pekerjaan tersebut, oleh sang pengguna jasa mereka, bayaran seadanya akan mereka dapatkan tergantung pada keikhlasan yang memberi. Pikiran mereka saat itu hanyalah bagaimana mengumpulkan uang sebesar Rp 20.000,- per hari atau bahkan lebih dari itu. Sedikitpun tidak ada dalam pikiran mereka untuk merasakan bagaimana nikmatnya belajar di sekolah formal ataupun bertemu dengan teman-teman seusia mereka karena tuntutan hidup yang kiat berat. Usia mereka yang masih sangat muda, antara 7 sampai 13 tahun, membuat mereka harus menjadi dewasa sebelum waktunya karena begitu banyaknya himpitan dan hambatan yang membuat mereka mengambil keputusan cepat yaitu bekerja.
Alhamdulillah, masih ada orang sebaik Ibu wakil walikota Balikpapan, Hj. Arita Rizal Effendi, SE yang mau peduli dan menampung mereka dalam sebuah Home Schooling bernama “ ASAH PENA MAWAR 9 ( Mendidik anak wajib belajar 9 tahun ) cabang Balikpapan. Alhamdulillah penulis pun dipercaya untuk menjadi satu diantara enam guru yang ada di sana.
Pembaca yang budiman, ada kebahagiaan tersendiri ketika penulis harus mengajar anak-anak Asah Pena. Mereka sangat antusias sekali belajar bahasa Inggris atau pelajaran-pelajaran wajib lainnya. Terutama untuk pelajaran bahasa Inggris yang penulis ampu, mereka betul-betul cepat menguasainya karena penulis berusaha memadukan lagu, gerak dan kata tanpa harus membuat mereka terbebani ketika belajar. Penulis sangat mengerti bahwa pikiran mereka tidak seyogyanya menerima hal yang berat-berat karena di luar sana mereka sudah menghadapi banyak ujian yang mungkin mereka rasakan sangat berat. Tinggal kita, sebagai guru untuk mau menyikapi kondisi tersebut dan memberikan sesuatu yang mereka suka.
Seringkali penulis berkata, “ Anak-anakku sayang, tolong manfaatkan waktu yang 1,5 jam ini, untuk belajar dengan sungguh-sungguh.” Mari bersama pikirkan masa depan cerah yang akan menanti kita. Insya Allah, jika kita berilmu, orang akan segan dan berguru pada kita. Dan yang lebih penting, Allah SWT menaikkan derajat orang-orang yang berilmu lebih tinggi dari pada orang-orang yang tidak berilmu.” Dan ingat, Ilmu yang bermanfaat akan membawa kita menuju syurganya Allah, dimana apa saja yang kita inginkan seperti, uang, coklat, ice cream, susu,dan makanan lezat lainnya akan tersedia dengan mudah dihadapan kita. Apakah kalian semua mau ke syurga? Mereka pun menjawab, “Mau , Ms.Dayang!” Caranya gampang, Yuk kita belajar yang serius dan sungguh-sungguh supaya ilmu yang kita dapatkan di sekolah ini, tidak hanya bernanfaat bagi diri kita, tapi juga orang lain. Setuju!!!! Tanyaku. Serentak mereka pun menjawab, “Setuju!!!”
Pembaca yang budiman, anak-anak Asah Pena sangat antusias dan rajin sekali ke sekolah. Waktu belajar mereka dimulai dari pukul 4 sampai jam 5.30 sore hari. Jika kami para gurunya datang, wajah mereka langsung menyebut nama kita dengan wajah yang berseri-seri dan segera menyalami kita satu persatu. Setelah itu mengajak para guru dan penulis untuk langsung belajar tanpa membuang-buang waktu lagi. Seperti inilah respon mereka, “ Ms. Dayang, ayo belajar Bahasa Inggris.” Seperti biasa penulis mengajak mereka melakukan yel-yel ASAH PENA CHILDREN dan Concentration yang penulis ciptakan sendiri, lagu-lagu bahasa Inggris bernuansa religi juga permainan lempar kata. Alhamdulillah, mereka dengan cepat menguasai pelajaran tersebut. Dan untuk membuka dan menutup kelas pun, mereka secara bersama-sama atau individu sudah terbiasa menggunakan bahasa Inggris.Hatiku berbisik, “ Tidak ada usaha yang sia-sia jika kita mau berbuat lebih banyak dan bermanfaat buat orang lain.”
“ Yaa Allah, hambaMu bangga sekali pada mereka yang mampu menyerap semua ilmu yang hambaMu sampaikan. Cerdaskanlah dan sejahterakanlah mereka dengan ilmunya. Mudah-mudahan ini akan mempermudah jalan mereka dan hambamu yang lemah ini menuju jannahMU. Amiin yaa robbal ‘alamin.











BAGIAN KELIMA
AKU DAN KARAKTER MENGAJARKU



Kita sering mendengar pendapat tentang bahwa seorang pendidik yaitu guru harus tampil penuh hormat dan serius dalam kegiatan belajar mengajar, tetapi pada kenyataannya pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar.
Jika seorang pendidik selalu tampil serius di depan kelas dalam situasi belajar mengajar maka hasil yang didapat adalah para siswa akan duduk diam dan membuat suasana menjadi tenang. Tetapi duduk tenang dan diamnya seorang siswa belum tentu ia mengerti semua yang dijelaskan oleh seorang pendidik. Ketenangan siswa tersebut bisa jadi karena pikiran mereka melayang di luar materi yang diajarkan atau pikiran mereka didominasi oleh rasa takut pada gurunya, atau karena adanya gangguan psikis seperti rasa kantuk yang mereka tahan.
Jika suasana kelas tenang maka biasanya seorang guru akan merasa bahwa siswa dalam kelas tersebut telah menyimak dengan baik dan mengerti benar tentang semua materi yang telah diajarkan. Apalagi sering terjadi siswa takut dan malu bertanya tentang materi yang mereka tidak mengerti karena rasa takut / segan pada gurunya juga rasa malu pada teman – teman sekelasnya apabila ia dianggap bodoh dan menjadi bahan olok-olokan temannya.
Selain keuntungan tesebut diatas ada pula kerugiannya, yaitu siswa menjadi tegang karena terlalu seriusnya cara guru mengajar sehingga mereka yang tidak mengerti menjadi segan bertanya dan juga tidak ingin mencari tahu jawaban atas ketidakpahamannya. Walaupun demikian ada juga siswa yang ingin memberikan umpan balik ataupun sanggahan atas materi yang ia tidak dia mengerti juga tidak tersalurkan.
Jika merujuk pada permasalahan tersebut maka proses interaksi dan komunikasi antara pendidik dengan siswa menjadi proses satu arah karena tidak adanya feedback atau umpan balik dari siswa. Berbeda dengan komunikasi dua arah dimana guru akan mendapat masukan yang penting tentang beberapa hal berkaitan dengan materi, misalnya, di bagian mana siswa tidak mengerti. Di sini seorang guru akan mengetahui materi apa saja yang belum dipahami oleh siswa dan lebih melakukan pendekatan secara persuasive kepada siswa yang benar-benar memerlukan perlakuan khusus.
Dalam proses belajar mengajar, siswa wajib menaruh rasa hormat yang besar pada gurunya, apalagi Indonesia sangat menghormati adat ketimuran bahwa menghormati seorang guru adalah satu diantara tradisi ketimuran yang harus dijunjung tinggi.
Sebaliknya umpan balik, respon ataupun pertanyaan dari para siswa wajib pula diperhatikan sebagai bahan masukan bagi seorang guru, sejauh cara penyampaiannya baik dan benar serta menggunakan cara yang sopan. Hal ini masih dapat di tolerir bahkan sangat dianjurkan.
Untuk mencairkan suasana kelas yang tegang biasanya seorang pengajar dapat menggunakan metode “ ice breaking “ ( seperti yang penulis utarakan pada bagian awal ) dimana suasana kelas menjadi lebih hidup yang pada selanjutnya akan menumbuhkan imajinasi siswa, pada akhirnya akan membantu proses penyerapan materi yang disampaikan.
Dalam proses belajar mengajar tentu dibutuhkan daya ingat yang berhubungan juga dengan fungsi emosi pada otak kiri manusia. Otak kiri akan merekam dalam memori segala kejadian sehingga kejadian tersebut akan sulit dilupakan karena adanya unsur emosi dalam data yang masuk ke otak.
Bagaimana seorang guru menyelipkan unsur emosi pada pembelajaran yang disampaikan? Seorang pengajar dapat mendesain materi yang disampaikan dengan menyelipkan unsur humor. Kalau kita mendengar kata ini, apakah kita harus selalu melucu? Bukan harus seperti itu tetapi bisa juga kita mendesain materi yang disampaikan dengan cara yang menggelitik rasa humor tanpa harus melucu laksana pelawak. Dengan cara menyelipkan humor dalam materi maka diharapkan emosi siswa akan terbawa sehingga otak kiri akan bekerja pula menyimpan data tersebut bersama dengan unsur humor sehingga tanpa sengaja siswa akan menyerap materi yang diberikan dan mampu mengingatnya kembali pada saat dibutuhkan.
Humor memang dapat memotivasi siswa untuk belajar. Siswa sering mengatakan bahwa humor yang diselipkan dalam pelajaran menjadikan materi yang disampaikan semakin asyik untuk disimak, dan tentu saja siswa tidak mengantuk saat guru menyampaikan materinya. Guru dapat menggunakan humor untuk meminimalisir stress dan frustasi, meningkatkan indera perspektif, meningkatkan keterikatan kelompok, mengatur ketegangan, menciptakan kebebasan untuk mencoba dan semakin memahami bahwa kesalahan yang dilakukan adalah proses awal menuju kepahaman yang nyata.
Humor yang digunakan oleh seorang pendidik dapat dilakukan dalam banyak cara dan dengan pendekatan yang berbeda. Misalnya menggunakan cerita lucu sehubungan dengan materi, ataupun yang di luar materi sekalipun untuk menciptakan suasana yang riang dan menyenangkan dengan menyisipkan kartun sederhana yang guru gambar di papan tulis, menggunting dari majalah-majalah yang sudah tidak terpakai atau menampilkannya melalui LCD.. Dengan adanya pembelajaran menyenangkan dimana humor diselipkan pada setiap mata pelajaran, semua warga belajar akan tersenyum sehingga menciptakan atmosfir kelas yang positif di mana siswa merasa dihargai dan diterima keberadaannya di dalam kelas karena guru mereka selalu mengajar dengan hati.











BAGIAN KEENAM
WAJAH PENDIDIKAN SAAT INI



Segala karunia yang Allah SWT berikan kepada kita: harta kekayaan, kepintaran, kepandaian, kekuasaan, pendek kata apa saja yang berharga di dunia ini, hendaknya kita pergunakan bukan untuk kepentingan diri kita sendiri saja, tetapi terutama untuk kepentingan sesama makhluk Allah, sesama manusia.
Dalam QS. Al-Maidah:3, Allah berfirman,” Bertolong-tolonglah dalam berbuat kebaikan dan taqwa, dan janganlah bertolong-tolongan dalam dosa dan permusuhan.”
Orang yang selalu ingat kepada ALLAH SWT dan oleh karena itu berusaha membuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang dilarangNYA, itulah manusia yang berakhlak baik, yang dijamin Allah kelak akan mendapatkan tempat pada sisiNYA diakhirat.
Manusia yang berakhlak baik adalah manusia yang tajam perasaan keadilannya, dan kuat perasaan hormat dan sayangnya terhadap sesama manusia khususnya, dan sesama makhluk ALLAH pada umumnya dan bersedia membela keadilan dan kebenaran serta mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan seperti yang ditauladakan oleh Rasulullah, Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.
Beberapa ajaran Allah SWT yang sayup-sayup dapat kita dengar, kalau kita memperhatikan pasal-pasal UUD 1945 mengenai pendidikan dan kesejahteraan sosial, yaitu pasal-pasal 31,32,33 dan 34.
Pasal 31 :
(1) Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 32,: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
Pasal 33 :
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
Kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34 : Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.
Kalau kita baca pasal-pasal tadi dan mencoba meresapi makna dan semangat yang telah melahirkan pasal-pasal itu, maka jelas sekali, bahwa Indonesia ini oleh konseptor-konseptor Negara kita dilihat dan hendak dibangun sebagai suatu kekeluargaan besar, hingga tidak terdapat didalamnya orang-orang fakir miskin dan anak-anak yatim piatu yang terlantar. Dan kita semua telah bersepakat dengan konsepsi demikian, yang terbukti dengan penerimaan kita akan UUD 1945 sebagai pedoman hidup bernegara kita.
Sebentar ini kita akan mengulang kembali tahun ajaran baru Pendidikan Nasional. Para orang tua pasti dihadapkan pada sebuah permasalahan pelik tentang pembiayaan anak-anak mereka yang memasuki jenjang SD,SMP,SMA ataupun perguruan tinggi. Seluruh orang tua berkorban habis-habisan untuk membiayai sang putra-putri tercinta untuk memilih sekolah yang mereka inginkan. Pengorbanan orang tua yang tak bisa diukur dengan apapun demi membahagiakan sang anak. Beruntunglah jika orang tua tadi berkemampuan untuk berkorban, tetapi bagaimana dengan keluarga miskin yang kemampuannya hanya untuk makan 3 kali sehari? Tentunya hal itu akan menjadi sebuah harapan yang kecil untuk direalisasikan. Tapi sekarang, gakin ( keluarga miskin ) tidak perlu berkecil hati karena Pemerintah sangat serius ingin meringankan beban warganya dibidang pendidikan melalui peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Alhamdulillah, ternyata beberapa pasal dalam UUD 1945 yang penulis uraikan diatas, masih bisa diaplikasikan di Indonesia. Kita telah kembali pada adat kebiasaan nenek moyang kita; gotong royong dan tolong menolong. Dan mudah-mudahan gakin bisa berprestasi sama seperti anak dari keluarga mampu lainnya. Terlepas dari polemik PSB yang memprioritaskan siswa Gakin dan BL( Bina Lingkungan) serta permasalahan buku pegangan yang tiada endingnya dan telah mengundang opini pro dan kontra, mari kita upayakan pemecahan masalah bangsa yang lebih utama yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang termaktub dalam UUD 1945. Dan yang pasti, disinilah letak tantangan bagi seorang pendidik yang menggunakan hati dan professionalismenya yang tinggi, “ Apakah mereka mampu mencerdaskan masyarakat pengenyam pendidikan yang memiliki latar belakang sosial yang berbeda.
Pembangunan pengajaran dan pendidikan menurut hemat penulis tidak perlu memakan uang banyak, kalau kita bersedia mempergunakan alat-alat sederhana tetapi cukup memuaskan buat tujuan kita dan menukar keperluan akan uang sedapat-dapatnya dengan mempergunakan sumbangan-sumbangan dalam bentuk bahan bangunan dan lain-lain serta tenaga manusia dalam kerja gotong royong ( Syafruddin Prawiranegara, Pola pembangunan yang sesuai ajaran Islam dan UUD 1945, 1977).
Kita akui, bahwa uang, sebagai alat pembangunan memang penting sekali. Tetapi sering kita lupa, bahwa uang itu hanyalah alat, yaitu ciptaan manusia, yang acap kali bisa ditukar dengan alat lain kalau uang tidak ada. Banyak atau sedikitnya uang yang kita perlukan, tergantung pada tujuan, untuk apa kita perlukan uang itu dan cara kita mencapai tujuan itu.
Selain uang dipergunakan untuk memfasilitasi pendidikan dan pengajaran seperti gedung-gedung sekolah, alat tulis menulis dan bacaan, laboratorium dan lain sebagainya, sudah pasti pendidikan bermutu juga memerlukan tenaga guru yang bermutu dalam jumlah yang banyak. Lantas, darimana kita mesti mendapatkan guru-guru yang berkualitas? Menurut hemat penulis, kalau guru-guru dihormati dan diberi nafkah yang wajar, orang akan berlomba-lomba menjadi guru. Dan penulis yakin, guru-guru itu tidak menuntut gaji yang besar, tetapi gaji yang wajar.
Dari semua hal tersebut, bagian yang terpenting adalah menanamkan rasa kecintaan bagi warga Indonesia sebagai masyarakat pengenyam pendidikan, agar mau dididik dan dilatih untuk bergotong royong, berkoperasi, bukan hanya mengumpulkan sumber daya manusia yang paham dengan IPTEK tapi jauh dari IMTAQ.
Pemuda-pemuda atau guru yang ternyata mempunyai bakat, diberi kesempatan dengan cuma-cuma melanjutkan pelajarannya ke jenjang yang lebih tinggi. Yang paling baik diantara mereka dikirimkan ke luar negeri dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya supaya kelak dapat menunjang usaha pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan.
Pendek kata, pembangunan bukan memanjakan orang asing untuk mengosongi dompetnya, tetapi yang harus dimanjakan adalah anak-anak dan pemuda-pemuda kita,putra dan ptri harapan bangsa bukan dengan kemewahan, tetapi dengan pengajaran dan pendidikan yang bertujuan membentuk mereka menjadi manusia dan warga Negara yang baik dan bertaqwa pada ALLAH SWT. Peserta didik kita dibimbing dan dididik untuk gemar bergotong royong, tetapi disamping itu juga suka belajar, bekerja dan berdikari. Mereka dididik untuk mempunyai self-respect (harga diri) hingga tidak suka meminta-minta dan berhutang kalau tidak benar-benar perlu.
Apalagi Pengajaran bertujuan memberi dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan merangsang daya dan pikiran yang kreatif. Siswa diberi kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat dari jenjang terendah sampai tertinggi.
Sedangkan pendidikan itu sendiri bertujuan memberi ilmu pengetahuan dan keterampilan disuatu bidang, supaya siswa yang bersangkutan kelak dapat mencari nafkah sendiri.
Dan hendaknya semangat berbakti pada masyarakat mulai ditumbuh kembangkan di sekolah dasar. Sebagian dari waktu pelajaran siswa dipergunakan untuk mengetahui dan mempraktekkan sesuatu yang bermanfaat misalnya; pertanian, peternakan dan perikanan. Siswa dididik untuk mengenal dan mencintai alam yang memberi hidup kepada bangsa kita dan kalau bisa, mereka diikutsertakan dalam program penghijauan dengan cara-cara yang menyenangkan namun tidak keluar jalur materi pembelajaran.
Dan banyak sekali yang bisa dilakukan oleh seorang pendidik untuk meningkatkan kreatifitas peserta didik. Seperti yang diutarakan oleh seorang Psikolog, Prof. DR.Sarlito Wiryawan, “Belajar dengan cara yang menyenangkan, dapat meningkatkan kreatifitas sang anak.”
Sekarang, tinggal bagaimana sang guru bisa menularkan kompetensinya kepada seluruh peserta didik, untuk kemudian dapat diterapkan dan bermanfaat dikemudian hari. Setiap guru di Indonesia yang dengan sungguh hati hendak mencurahkan jasanya pada dunia pendidikan akan merasa dan mengalami betapa pentingnya pengetahuan agar bisa terserap secara maksimal oleh siswa. Dengan ilmu, para perencana pembangunan dapat mengetahui unsur-unsur di dalam masyarakat yang menghambat dan memperlancar jalannya pembangunan, sehingga masyarakat dapat dihindarkan dari sebagian besar akibat-akibat negatif yang timbul karena pertumbuhan pembangunan yang begitu pesat.







BAGIAN KETUJUH
INOVASI TIADA HENTI
Berawal dari rasa keprihatinan peneliti terhadap kemampuan berbicara peserta didik yang sangat minim, peneliti merasa perlu berinovasi dan mengembangkan strategi mengajar “ Speaking “ untuk siswa kelas X 2 SMA Negeri 2 Balikpapan yang kurang lebih 2 tahun lagi akan memasuki masa perkuliahan dan dunia kerja bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Kemampuan berbicara juga akan mengantarkan mereka ke pasar kerja yang sangat membutuhkan tenaga terampil dan siap pakai khususnya kemampuan aktif dan pasif berbahasa Inggris.
Sungguhpun demikian, penulis sangat menyadari bahwa kemampuan berbicara siswa di SMA Negeri 2 Balikpapan yang masih di bawah standar tersebut dikarenakan nilai bahasa Inggris mereka khususnya dalam keahlian berbicara yang KKM nya ditetapkan oleh pihak sekolah selama mereka masih di SMP dulu cenderung rendah sehingga berimbas pada kemalasan siswa untuk lebih kreatif menampilkan keahlian mereka dalam berbahasa. Apalagi siswa yang belajar di sekolah biasa yang bukan termasuk sekolah favorit, nilai kompetisi sehat diantara mereka belum terbingkai rapi dalam “mindset” mereka sehingga rasa puas sudah dapat bersekolah dan belajar pun menjadi alasan utama mengapa sampai saat ini tidak ada siswa yang mau memberdayakan kreatifitas mereka yang unik. Sampai-sampai ada beberapa oknum siswa yang mengatakan,” Untuk apa belajar bahasa Inggris kalau bahasa Indonesia saja kita masih belum mengerti sepenuhnya.” Kenapa harus repot-repot menghapal kosa kata, dialog, kalau hasilnya tetap saja “0” dan kita tidak akan pernah bisa menguasai bahasa tersebut. Lagian, inikan Indonesia, bahasa yang wajib digunakan ya Bahasa Indonesia bukan bahasa Inggris, setuju?” Dan para siswa lain yang mendengarkan pun berteriak “setuju”. Kalau respon yang diberikan siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris seperti ini, apakah kita akan tinggal diam membiarkan masalah ini berlarut-larut hingga menjadi polemik yang tidak berkesudahan? Atau apakah ini akan menjadi tantangan buat kita para guru untuk membuktikan bahwa bahasa Inggris ini sama pentingnya seperti makanan bergizi dalam tubuh kita? Hal inilah yang menjadi pemicu bagi peneliti sebagai seorang pendidik yang mempunyai falsafah hidup “ Nothing to lose “ untuk terus berpacu dan mengembangkan potensi diri dan peserta didik, tanpa harus membebani mereka selama proses pembelajaran.
Apalagi amanat pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang termaktub dalam UUD 1945 menjadi pemicu, inspirator sekaligus motivator utama bagi peneliti untuk tetap tegak berdiri di tengah goncangan dan rintangan yang dihadapi selama proses belajar mengajar. Di tambah semangat maju terus pantang mundur “ Bung Tomo “, peneliti mengambil langkah “Siap” untuk menyalurkan aspirasi positif kepada peserta didik demi terciptanya masyarakat Indonesia yang cerdas jiwa dan raga. Tidak peduli dengan latar belakang mereka yang kurang mendukung untuk melaksanakan pendidikan secara terpadu dan menyeluruh serta dilaksanakan sebagaimana mestinya, tetapi peneliti yakin dengan tekad dan semangat yang tinggi untuk menggali ilmu, segala tantangan dan hambatan akan dapat di minimalisir sedikit demi sedikit. Hal itu pulalah yang menjadi acuan bagi penulis mengapa mengambil metode “ Blind Man “ dalam penelitian tindakan kelas.
Pada kenyataannya, pembelajaran “Speaking” dengan metode lama seperti memorizing dialogue dan percakapan singkat dengan topik-topik tertentu belum memberikan respon positif yang mengarah pada kenaikan prestasi akademik siswa. Sepanjang penelusuran penulis, nilai yang diperoleh siswa dalam kurun waktu tertentu, belum terdapat kenaikan yang signifikan karena belum adanya metode yang tepat guna dan mampu merangsang minat dan kreatifitas siswa untuk dapat memahami dengan mudah materi pembelajaran Speaking.
Di sisi lain, siswa merasa terbebani jika harus menghafal teks panjang tanpa diimbangi kemampuan menghafal yang baik serta minimnya kosa kata untuk menutupi setiap kekurangan dalam menghafal teks tertentu.
Secara kejiwaan, hal itu akan semakin menghambat keinginan siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran tersebut dan akhirnya berimbas pada ketidakhadiran sehingga muncul perilaku nongkrong di kantin sekolah saat pembelajaran dengan beban terberat tiba. Hal itu dilakukan untuk menghindari kejenuhan dan kebosanan di kelas yang senantiasa membebani mereka dengan sesuatu yang mereka tidak mampu melakukannya atau bahkan tidak suka.
Kalau sudah demikian, apa yang akan terjadi dengan masa depan pendidikan mereka? Apakah seorang pendidik akan berdiam diri dan terlarut dalam suasana yang kurang kondusif semacam itu? Apakah seorang pendidik hanya berkata, “ I don’t give a damn !“ ( emang GP!) Dan apakah- apakah yang lain yang bermakna statis?
Jika dihadapkan pada permasalahan yang demikian, pendidik yang baik harus bisa mencari solusi terbaik untuk menguji nyali cerdas dan inovatif seorang“Oemar Bakrie.“ Seorang pendidik tidak akan pernah membiarkan fenomena kemalasan peserta didik berlarut-larut tak tentu arah. Seorang pendidik akan berusaha mencari “win- win solution” yang sekiranya mampu memecahkan masalah pelik pendidikan.
Kepekaan seorang pendidik diharapkan mampu untuk berpikir secara aktif dan kreatif dalam mengemban inovasi pendidikan demi masa depan gemilang sang peserta didik. Dan hal ini jualah yang menjadi inspirasi bagi penulis untuk menggunakan metode “ Blind Man “ yang dirasa sangat tepat untuk menjawab semua permasalahan pembelajaran bahasa Inggris di SMA Negeri 2 Balikpapan.
Metode “Blind Man” di rancang sedemikian rupa untuk mendidik dan menghibur peserta didik serta melaksanakan “ PAIKEM GEMBROT” (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira tapi Berbobot.” Prof.Dr.Ir.Suhardjono,P.Hd, 2007) sehingga siswa akan senang dan betah berlama-lama di kelas menyimak pelajaran sehingga penyampaian materi akan berlangsung dengan cepat, tanpa beban, rasa bosan dan kejenuhan.
Diana Pye and Simon Grenall (1996) dalam bukunya berjudul “Improving Listening and Speaking Skill” menyatakan bahwa pada kenyataannya, keterampilan berbicara memang menjadi hal paling sulit untuk diterapkan oleh siswa selama proses pembelajaran di kelas. Hal itu dikarenakan kesulitan menghafal kata-kata tertentu untuk diterapkan dalam percakapan serta tidak adanya media atau alat bantu khusus yang dapat membantu mereka dengan cepat menyerap beberapa kata-kata dalam bahasa Inggris. Kemudian salah satu strategi tepat yang bisa dilakukan untuk menghadapi keterbatasan tadi adalah dengan menggunakan metode Blind Man.
Hal itu pun di dukung oleh Mackey (1975:157) dalam bukunya berjudul,” Teaching English as a Foreign Language” yang mengatakan bahwa semua pengajaran yang baik ataupun yang buruk sekalipun harus memenuhi beberapa jenis kriteria seperti seleksi, presentasi, gradasi dan pengulangan. Walaupun tidak semua kriteria itu bisa terpenuhi tapi paling tidak ada satu yang kita pergunakan untuk mengajak anak terampil berbicara yaitu dengan metode Blind Man yang merupakan dasar pengulangan kata sesuai dengan petunjuk yang disampaikan.
DR. H. Nana Sudjana (1989) dalam bukunya berjudul “Cara Belajar Siswa Aktif” juga menegaskan bahwa salah satu cara atau metode yang paling efektif untuk melatih keterampilan siswa dalam berbicara adalah dengan mengaplikasikan metode Blind Man yang banyak menggunakan unsur pengulangan setiap kali membicarakannya. Dengan pengulangan tersebut kata Nana Sudjana akan melatih dan mengkoordinasikan gerakan motorik dan kegiatan mental yang akhirnya berimbas pada grafik atau chart kemajuan hasil belajar. Dan prestasi yang dihasilkan pun terlihat sangat menonjol sebelum dan sesudah digunakannya metode yang sarat dengan repetisi yaitu Blind Man.
Lebih lanjut DR. H. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2001) dalam bukunya berjudul “ Teknologi Pengajaran” jelas memperlihatkan beberapa konsep pengajaran yang terkait dengan meningkatnya keterampilan berbicara siswa yaitu pengajaran audio visual yang lebih menekankan pada proses pengembangan peserta didik akan suatu keahlian berbahasa khususnya berbicara. Pengajaran dengan audio visual ini menggunakan peralatan sederhana yang bisa dipakai oleh para guru untuk menjelaskan suatu materi. Peralatan sederhana ini sangat bermakna untuk menyampaikan konsep, gagasan, dan pengalaman yang ditangkap oleh indera pandang dan pendengaran. Metode Blind Man dirancang khusus untuk melatih indera pandang dan pendengaran siswa sehingga pengalaman belajar yang diperoleh menjadi pengalaman konkret yang sekaligus berfungsi sebagai alat teknologis yang dapat memperkaya dan memberikan solusi praktis bagi siswa yang takut berbicara dalam bahasa Inggris sehingga memiliki keberanian untuk berbicara dalam bahasa Inggris secara bertahap.
Seorang Dorothy (1981) dalam bukunya Teaching the Communicative Use of English pun berpendapat serupa dengan pakar pendidikan di atas, bahwasanya untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif yang dapat mengatasi berbagai hambatan dalam menyerap pelajaran yang salah satunya menggunakan “ visual stimuli”/ rangsangan visual seperti gambar, poster, peta/grafik dan beberapa ilustrasi serta arahan dari para guru. Metode Blind Man mengintegrasikan ilustrasi dan arahan yang dilakukan oleh pasangan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris. Penampilan masing-masing pasangan tersebut akan saling memberikan arahan dan ilustrasi yang terkait dengan pokok bahasan “Asking for Direction “.
Selanjutnya pasangan pakar pembelajaran Dr.Dimyati dan Drs. Mudjiono dalam bukunya berjudul “Belajar dan Pembelajaran” ( 2006) menyimpulkan garis besar pembelajaran secara keseluruhan bahwasanya tujuan pokok penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah haruslah “membelajarkan siswa bagaimana cara belajar”. Karena pada saat ini, bukan waktunya lagi bagi guru untuk menjadi orang pertama-tama yang bertindak sebagai komunikator “fakta-fakta, konsep, dan prinsip-prinsip yang mantap.” Sekarang saatnya bagi guru untuk mengajar dengan keterampilan proses sehingga memberi kesempatan pada siswa bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak sekedar menceritakan atau mendengarkan cerita tentang ilmu pengetahuan. Diperlukan suatu interaksi aktif dan positif dari siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara dengan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan yang pada akhirnya akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuwan pada diri siswa. Metode Blind Man dirasa sangat tepat untuk mengembangkan keterampilan berbicara sesuai dengan fakta dan konsep yang sesuai dengan materi “Asking for Direction”, sehingga pada akhirnya akan berimbas pada peningkatan prestasi belajar bahasa Inggris.

A. ADA APA DENGAN BLIND MAN?
Proses belajar mengajar yang berkualitas perlu diimplementasikan dengan pembelajaran yang berorientasi pada life skill (kecakapan hidup). Pembelajaran harus menciptakan siswa yang memiliki keberanian untuk mengemukakan pendapat, kreatif, mandiri, berpikir inovatif dan problem solving. Untuk itu suasana belajar haruslah menyenangkan, kesadaran emosional dalam keadaan rileks. Akibatnya otak kanan terbuka sehingga daya berpikir intuitif dan holistik yang luar biasa itu akan terangsang untuk bekerja. Dengan sendirinya akan muncul peran aktif siswa, terjadi dialog antara guru dan siswa serta sesama siswa yang tidak menegangkan. Budaya menyampaikan dan mendengar pendapat akan tumbuh. Dengan demikian, dalam proses belajar mengajar yang berkualitas, guru lebih berfungsi sebagai fasilitator yang mengajak, merangsang dan memberikan stimulus-stimulus kepada siswa agar menggunakan kecakapannya secara bebas dan bertanggung jawab. Metode Blind Man merupakan satu di antara jenis pengajaran yang berkualitas yang berorientasi pada life skill. Untuk itu perlu dukungan dari para pemerhati pendidikan untuk menindak lanjutinya dalam proses belajar mengajar pada lingkungan sekolah masing-masing.
Mengapa harus Blind Man? Karena secara tidak langsung, Blind Man mengajarkan siswa untuk hidup dalam suasana yang harmonis di mana kita harus menghargai kekurangan dan kelebihan manusia lain dalam hidup bermasyarakat. Di sini guru membentuk siswa ke dalam peran masing-masing yaitu sebagai Director dan Actor ( Blind Man ). Peran Director yaitu mengarahkan si “buta” (Blind Man) sehingga tidak tersesat ke tempat tujuannya. Sedangkan si “ buta” atau Blind Man juga berbicara jika ada petunjuk atau arahan dari Director yang kurang jelas dan meminta penjelasan sejelas-jelasnya tetapi percakapan ini tetap terkondisi dalam bahasa Inggris. Dua pasangan pertama mengambil tempat masing-masing setelah memutuskan siapa yang menjadi Director dan Blind Man. Masing- masing Director memasangkan penutup mata bagi si “buta”.Setelah mendengarkan penjelasan tempat yang di tuju dan aba-aba dari presenter acara, Director mulai mengarahkan si “buta” untuk sampai ke tempat tujuan dengan terlebih dahulu mengambil gambar tempat atau binatang yang akan di tempel pada alamat yang dimaksud. Pasangan siswa yang lebih dahulu menyelesaikan tugasnya dengan baik, berhak untuk mendapatkan nilai tertinggi dari guru dengan catatan tidak ada sepatah kata pun terucap dalam bahasa Indonesia selama mereka berinteraksi. Semua harus terjalin rapi dalam nuansa berbahasa Inggris. Kalaupun ada pasangan yang secara tidak sadar menggunakan bahasa Indonesia dalam beberapa kata, maka kepada mereka diberikan kesempatan ke-dua dengan harapan mereka mampu melaksanakan penampilan dan interaksi mereka dalam bahasa Inggris secara penuh.

B. ANTARA AKU DAN PERMAINAN ACAK KATA
Selang beberapa saat setelah proses belajar mengajar dengan metode Blind Man selesai, rasa keprihatinan kembali menghampiri penulis pada saat ingin mengajar Grammar ( Tata Bahasa ) dengan pokok bahasan Passive Voice di kelas X 5 SMA Negeri 2 Balikpapan. Raut wajah mereka, peserta didik betul-betul mencerminkan kejenuhan dan kebosanan menghadapi pembelajaran yang dirasa itu dan itu saja. Bahkan secara spontan beberapa diantara mereka mengatakan, “ Grammar lagi kah, Bu? Wah, bakalan stress lagi nih!” Sementara siswa lain pun menyela lagi dengan ucapan bernada pesimistis, “ Aku pasti remedial berkali-kali soalnya nggak pernah ngerti.” Perkataan itupun disambut teriakan “huu” dan tepuk tangan teman-teman mereka sekelas.
Tren anak gaul seperti ini memang seringkali dihadapi oleh penulis yang senantiasa bergaul dan bercengkerama dengan peserta didik yang notabene adalah remaja. Tapi dibalik persahabatan yang tulus antara pendidik dan peserta didik dalam suasana yang meremaja, tersimpan sebuah isyarat, “ Bagaimana cara membuat siswa tidak jenuh dan terbebani dengan pokok bahasan yang dapat membuat mereka depresi akibat sulitnya memahami dan menerapkan tata bahasa tersebut dalam percakapan singkat sehari-hari atau ke dalam ragam bahasa tulisan.
Sesampainya di rumah, penulis berpikir dan berpikir untuk membuat sesuatu yang menyenangkan, sebuah inovasi pembelajaran yang membuat peserta didik cepat mengerti dengan apa yang penulis sampaikan serta merasa nyaman dalam belajar dengan suasana yang menyenangkan walaupun keributan-keributan kecil akan menyertai aktifitas mereka selama proses KBM berlangsung. Walaupun keributan kecil yang mereka lakukan itu mungkin saja mengganggu siswa lain yang tidak terbiasa belajar dengan suasana yang hiruk pikuk, seorang guru bijak nan cerdas sejatinya mampu mengatasi mengatasi pro dan kontra yang dialami peserta didik yang memiliki keunikan tersendiri dalam cara belajar. Guru bijak tersebut juga mampu menghadapi anak-anak zaman sekarang yang terbingkai dalam lingkungan dan tantangan yang semakin sulit. Mereka, peserta didik, tentu saja memerlukan pendidik-pendidik yang senantiasa mau membuka diri untuk menjadi semakin arif dan mencerdaskan sang pembawa “ tongkat estapet “ bangsa sehingga kedepannya mereka pun akan mampu untuk berbuat hal yang sama seperti yang pernah diperbuat oleh gurunya.
Hal ini yang akhirnya menjadi motivator penggerak bagi penulis untuk bekerja tanpa pamrih hanya untuk mencari ridho Allah semata. Akhirnya dengan lantunan basmalah penulis pun merancang permainan acak kata untuk meningkatkan pemahaman peserta didik di SMA Negeri 2 Balikpapan kelas X5 dengan pokok bahasan Passive Voice.
Permainan acak kata ini, mungkin sudah sering kita dengar dan merupakan hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan oleh para guru kebanyakan. Tetapi apapun cara yang kita lakukan dan sekiranya itu bermanfaat bagi orang banyak, tidak ada salahnya kalau kita pun melakukannya dengan sedikit memodifikasi permainan tersebut sehingga akan memberi kesan yang berbeda dan unik yang mungkin belum pernah dilakukan oleh guru sebelumnya.
Ditemani suami dan buah hati tercinta, penulis mulai membuat kartun Lucky Draw dan menyiapkan dua buah dadu yang akan mengundi siswa untuk membuat kalimat pasif sesuai dengan tenses yang ada pada kartun undian tersebut serta kalimat-kalimat passive berikut 6 tensesnya. Dari kalimat-kalimat tersebut dipecah lagi menjadi kata perkata, misalnya :

AN

APPLE

IS

EATEN

BY

ME

PRESENT
TENSE

Kemudian kata-kata yang tertulis dengan computer tersebut digunting satu persatu dan diletakkan diatas kartun buffalo, dan direkatkan dengan menggunakan lem atau stapler. Setelah itu penulis menunjukkan kepada siswa hasil yang telah dibuatnya sebagai contoh kemudian menyuruh siswa untuk melakukan hal serupa atau dengan kreasi yang jauh lebih unik dan tentu saja dengan kalimat-kalimat pasif yang jauh lebih menantang. Karena jumlah siswa dalam 1 kelas sebanyak 40 orang maka penulis membagi siswa secara berkelompok yang terdiri dari 8 orang, sehingga secara keseluruhan jumlah kelompok yang akan berkompetisi membuat kalimat pasif dalam waktu 3 menit adalah sebanyak 5 kelompok, dan kata-kata yang akan disusun menjadi kalimat pasif akan di pasang di papan tulis dengan menggunakan colorful magnet atau double tip.
Jauh dari lubuk hati penulis yang paling dalam, penulis yakin dan percaya bahwa permainan acak kata seperti mampu menambah semangat belajar siswa dan jauh dari kesan depresi selama mempelajari tata bahasa khususnya Passive Voice. Di samping itu, kecepatan, ketangkasan, dan kreatifitas siswa juga akan teruji selama berkompetesi dengan kelompok lain. Dan yang lebih penting, rasa percaya diri mereka pastinya akan muncul dengan sendirinya, karena mereka akan bekerja secara berkelompok. Jika terjadi kesalahan selama mereka beraktifitas, maka mereka tidak akan saling menyalahkan, karena apa yang mereka tuangkan dalam barisan kalimat demi kalimat yang mereka buat adalah murni berdasarkan pendapat bersama bukan perorangan.

C. OH… MY GERUND
Sebagai pendidik, masalah memang tidak pernah lepas dari tokoh penerus Ki Hajar Dewantara tersebut. Karena setiap kali guru ingin memulai pembelajaran yang dinamis, kendala yang dihadapi pun sangat beraneka ragam. Di mulai dari guru yang tidak siap mengajar, dan siswa yang tidak siap menerima pelajaran. Dan rasa keprihatinan penulis kembali muncul pada saat melihat kemampuan Grammar Siswa kelas X 1 SMA Negeri 2 Balikpapan khusunya untuk pokok Bahasan Gerund. Penulis berpikir dan berusaha mengembangkan model-model pembelajaran statis menjadi dinamis sehingga siswa akan lebih mudah menyerap dan mengaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Inggris sehari-hari. Walaupun mungkin usaha yang dilakukan tidak terlepas dari menyeimbangkan model pembelajaran dengan tingkat pemahaman siswa, daya serap serta latar belakang keluarga siswa yang beraneka ragam, penulis tetap berusaha untuk menggali ketertarikan, bakat dan motivasi mereka untuk tidak menjadikan Bahasa Inggris sebagai pelajaran yang sangat membebani fisik dan mental mereka. Mereka tidak harus malu karena melakukan kesalahan yang berulang-ulang selama mempelajari bahasa Inggris dikarenakan minimnya pemahaman atau bahkan sudah mencobanya berkali-kali dengan mencurahkan segenap pikiran mereka tetapi hasil yang didapat tetap saja nihil. Pada waktu yang sama mereka juga tidak boleh cepat puas dan berbangga diri dikarenakan sudah menguasai satu pokok bahasan, karena akan muncul materi-materi lain yang menuntut siswa untuk lebih menyiasati cara belajar yang “old fashioned” menjadi cara belajar yang “up to date” sehingga jelas, hasil yang didapatkan sangat jauh berbeda.
Apalagi mengingat implementasi KTSP yang sangat menitikberatkan pada kecakapan siswa berbahasa ditambah dengan KKM yang ditetapkan sekolah berstandar Nasional seperti SMAN 2 Balikpapan dengan nilai standar 70 untuk pelajaran non eksakta, penulis harus mengembangkan pola pengajaran klasikal menjadi pengajaran mandiri dan kelompok secara terstruktur sehingga ke depannya akan terjadi peningkatan proses pembelajaran maupun hasil sesuai yang diharapkan.
Berbicara tentang hasil dicapai siswa selama pembelajaran grammar khususnya Gerund dengan lima fungsinya yang terdiri dari Gerund as Subject, Gerund as Object, Gerund used after Preposition , Gerund used after Possessive dan Gerund used after Certain Verb, ternyata mayoritas siswa di kelas X 1 masih belum paham dan terampil menggunakan kata kerja –ing yang berfungsi sebagai kata benda tersebut dalam kalimat-kalimat pendek apalagi panjang. Pemahaman mereka pada saat pertama penulis mengenalkan, menjelaskan dan memberikan test pengenalan tentang pokok bahasan tersebut, persepsi yang mereka tangkap adalah kata kerja – ing yang dianggap sebagai bagian dari kalimat dengan tenses Present Continues Tense. Padahal ke-dua pokok bahasan tersebut, Gerund dan PCT berbeda satu dengan yang lain. Berdasarkan ketidakpahaman tersebut, tentu saja hasil test yang penulis harapkan baik ternyata di luar dugaan. Nilai mereka sungguh jauh di bawah rata-rata ketercapaian. Untuk itulah penulis berinisiatif untuk mengambil langkah dan metode yang tepat yang sekiranya dapat membuat kondisi tidak paham menjadi paham, tidak mengerti menjadi mengerti, dan tidak terampil menjadi terampil. Akhirnya berbekal niat yang tulus untuk mencerdaskan anak bangsa serta lantunan Basmalah, “ Bismillahirrohmaanirrohiim “ penulis menemukan suatu model pembelajaran lagu OMG ( Oh My Gerund ) yang penulis ciptakan sendiri demi mempermudah pemahaman siswa akan materi Gerund. Nada demi nada yang penulis hasilkan dari hasil bermain gitar yang sangat minim ditambah dengan mengadopsi nada lagu ” Sad Movies “ akhirnya jadilah satu lagu berjenis pop dengan judul OMG alias Oh My gerund. Lagu OMG yang penulis rancang betul-betul mengilustrasikan ke- 5 fungsi Gerund. Dan dengan menyanyikannya, secara tidak langsung sisw juga belajar membuat kalimat-kalimat baru dalam suasana yang ”fun” dan ”comfortable” karena siswa diformasikan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5 orang.
Penulis yakin dan percaya bahwa penggunaan model lagu seperti ini, mampu merangsang kreatifitas peserta didik serta meningkatkan rasa percaya diri untuk mengekspresikan jiwa remaja mereka sehingga akhirnya akan terjadi peningkatan proses dan hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.
Model lagu OH MY GERUND yang aransemen musiknya diambil dari judul lagu berjudul ” SAD MOVIES ” dirancang oleh peneliti karena memiliki keunggulan antara lain:
1. Bersifat menghibur ( entertaining )
2. Mudah diserap dan dicerna( easy to be absorbed )
3. Mengedepankan aktifitas siswa dalam mencari dan mengolah kalimat Gerund berdasarkan lagu yang didengar, dan melaporkan hasilnya untuk dipresentasikan di dalam kelas. ( Student-centered learning )
Pembelajaran ini dilakukan secara berkelompok di mana satu kelompok terdiri dari lima orang yang memiliki tingkat kemampuan berbeda satu sama lain. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan prestasi belajar siswa dibidang studi Bahasa Inggris akan meningkat.

D. GERUND DAN LAGU OH MG
Pada awal pembelajaran Gerund, siswa dihadapkan pada kegiatan belajar mengajar yang membudaya dan membosankan hingga saat ini. Metode ceramah yang sering dilakukan oleh guru dilanjutkan dengan Question and Answer secara lisan, kemudian paper and pencil test dirasa belum bisa mewakili cara pandang guru yang kreatif. Kalau budaya-budaya kuno tersebut dilestarikan hasil yang dicapai pastinya tidak akan optimal. Oleh sebab itu tidak ada salahnya kalau guru berkreasi, mengasah kemampuan dan potensi diri hingga kedepannya masalah prestasi menurun tidak akan bersemayam dalam sanubari sang penerus perjuangan Ki hajar Dewantara.
Berikut adalah kreasi lagu OH ... MG yang didesain oleh penulis:
· It’s hard to say a GAS (Gerund as Subject)
So I went to a GAO alone (Gerund as Object)
(Background Voice (BV) ” Gerund, Subject, Object”
And now it’s a new
Then I know it GUAPR (Gerund used after preposition)
BV: ” Gerund Preposition”
So, You have to know
What is GUAPS itself (Gerund used after possessive)
BV : ”Gerund as Possessive”
And so my darling and my best friend
Let’s GUACV (Gerund used after Certain Verbs)
Chorus : Oh... My Gerund
Always make me smart
Oh... My Gerund
Always make me smile
Back to*
Selain lagu, peserta didik juga bisa menggunakan jembatan keledai untuk menghafal ke-5 fungsi GERUND yaitu : GAS... GAO..., gua laper (GUAPR), gua apes (GUAPS), nama gua encev (GUACV).
Pembaca yang budiman, apapun yang sekiranya memudahkan siswa untuk memahami suatu pokok bahasan dalam bahasa Inggris, penulis berusaha komitmen dan konsisten dalam mencari tahu sekaligus mendesain inovasi – inovasi pembelajaran yang bermanfaat bagi mereka.

E. PROCEDURE TEXT YANG KUSUKA!
Ruang kelas bagiku adalah bagaikan sebuah laboratorium, pusat bersosialisasi siswa, kumpulan/kelompok dari berbagai macam latar belakang social dan keluarga serta pribadi yang masing-masing berbeda dari satu peserta didik ke yang lainnya. Sehingga aktifitas belajar hendaknya bersifat interaktif, yang dapat mewadahi energi dan perhatian para siswa. Jadi diperlukan atmosfer ruang kelas yang kondusif untuk mencapai tujuan pembelajaran dari seorang pengajar.
Sebagaimana yang diutarakan oleh UNESCO, inovasi pendidikan adalah sebuah proses atau usaha setiap bangsa yang tak terputus-putus sifatnya di dalam setiap tingkat kehidupan manusia, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebudayaan, serta bertujuan untuk mencapai kesempurnaan atau kedewasaan pada manusia, agar dengan kesadaran dan tanggung jawab dapat menghadapi berbagai tantangan dan persoalan hidup. Hal itu antara lain telah diutarakan dalam “Introduction” buku penerbitan UNESCO tentang “Problems in Education” (Universities in Adult Education), bahwa tujuan adult education itu adalah,” To move directly into the main current of social life help mature and responsible men and women find better answers to their private and public problems through the unending processes of education”.
Berhubungan dengan itu maka tugas seorang pendidik itu adalah amat luas dan tidak terbatas di dalam satu keangkatan atau penunjukan sebagai guru di lingkungan satu sekolah atau perguruan melainkan tugas atau kedudukan seorang pamong atau guru itu sewajarnya adalah di tengah-tengah arus atau proses perkembangan masyarakat ke arah kesempurnaan hidup bangsa. Dalam arti yang dalam dan luas ini seorang guru merupakan satu petunjuk arah hidup dan cara hidup sang guru merupakan kitab pelajaran yang sebaik-baiknya bagi peserta didik dalam arti yang luas pula.
Disamping itu, keterkaitan yang mengarah pada makna adalah jantung dari pengajaran dan pembelajaran kontekstual. Ketika murid dapat mengaitkan isi dari mata pelajaran akademik seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, atau sejarah dengan pengalaman mereka sendiri, mereka menemukan makna, dan makna memberi mereka alasan untuk belajar. Mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan seseorang membuat proses belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah inti dari CTL. Bab ini menjelaskan dan memberi contoh jenis-jenis keterkaitan yang paling sering diandalkan oleh para pendidik agar pembelajaran berisi makna yang khusus bagi murid. Bab ini juga menyorot keterkaitan yang dibuat oleh guru di ruang-ruang kelas tradisional dan juga metode yang semakin kompleks yang digunakan oleh pendidik untuk menghubungkan isi dengan konteks, antara lain, pengaitan beberapa mata pelajaran, mata pelajaran terpadu, pembelajaran berbasis kerja, jalur karier dan pembelajaran berbasis sekolah. Tulisan ini menggambarkan hubungan masing-masing di atas, memberikan banyak contoh, dan memberikan tuntunan cara menggunakannya.
Pengaitan isi dengan konteks berhasil karena pengaitan semacam ini merupakan komponen dari CTL. Hubungan dari semua bagian di sistem CTL-lah yang memberikan kekuatan pada sistem ini. Sudah bertahun-tahun, pengajar di program untuk siswa cerdas dan berbakat (talented and gifted program-TAG) menemukan bahwa menghubungkan studi akademik dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari yang diiringi dengan penggunaan komponen lainnya dari CTL, dirasa sangat efektif untuk pembelajaran.
Sebelum merancang sarana-sarana untuk merangsang potensi belajar siswa, seorang guru yang baik terlebih dahulu berusaha menemukan potensi dan minat seperti apa yang dipunyai sang siswa, lalu menggunakan metode pengajaran yang sesuai untuk memancingnya. Berikut akan saya ceritakan pengalaman belajar saya saat mengajar bahasa Inggris di SMAN 2 Balikpapan. Pada saat saya mengajar di kelas X 4, saya pernah bertanya kepada sepuluh diantara 40 siswa yang berada di kelas tersebut. Kesepuluh siswa tersebut sepertinya kurang berminat terhadap mata pelajaran bahasa Inggris. Mereka cenderung melamun ketika saya menjelaskan materi tentang “Procedure text ”. Kemudian saya bertanya,” Materinya membosankan, ya?” serentak mereka menjawab “Ya, bu.” Tapi kalau makan-makan kita pasti nggak bosan deh,bu!”. Kemudian saya memikirkan jawaban mereka selama 5 menit dan spontan merespon pertanyaan mereka. “Baik, nanti kita belajar makan-makan”. “Benar nih,bu?” Tanya mereka. “Benar. Karena topik kita pada hari ini tentang bagaimana langkah-langkah pembuatan panganan khusus yang sesuai dengan selera kita. “Bagaimana kalau kita coba mempresentasikan bagaimana cara membuat cheese burger atau makanan lain yang cepat saji, gimana?” Spontan mereka bertepuk tangan tanda senang. “Tapi, tentu saja semua dipresentasikan ke dalam bahasa inggris,OK!” Mulai dari tahap pembuatan sampai menjadi makanan yang siap disantap. Tentu saja untuk mempersingkat waktu, mereka harus membawa sajian yang telah jadi untuk dipertunjukkan pada siswa lain. Untuk memeriahkan suasana kita buat suasana memasak kita seperti salah satu program memasak yang ada di beberapa TV di Indonesia yaitu “Alez Cuisine” dan MTV Cooking Show. Masing-masing siswa terlibat dan berperan pada posisinya masing-masing. Sebagai presenter, bintang tamu, SuperChef, juri, games siswa-siswi dan lain sebagainya, semua dikemas dalam acara yang unik. Dan acara tersebut dilakukan esok harinya pada saat penulis mengajar. Sebelum tampil mempresentasikan fast food mereka, terlebih dahulu mereka menyuguhkan yel-yel bahasa inggris yang intinya “mari belajar bahasa inggris sambil makan” diiringi lagu kesukaan remaja saat ini. Alhamdulillah, ternyata kesepuluh anak yang tadinya yang tadinya tidak berminat belajar bahasa inggris, sekarang jadi senang dan berminat. Dan yang mengagetkan lagi, ternyata mereka berbakat dalam hal menyajikan makanan tersebut serta kreatif. Subhanallah. Ternyata bakat dan kreativitas anak muncul, kalau kita mau mendengar lebih lama apa yang mereka inginkan (we’ve got to get closer to them and asked what they want?). “STUDYING WHILE HAVING FUN”. Mereka lebih cenderung menyukai hal-hal yang berbau lifeskill daripada hanya sekedar teori. Dan kalau kita hubungkan dengan taxonomy Bloom, ada 3 aspek yang harus dinilai yaitu Kognitif, psikomotorik, dan sikap. Dan para siswa tadi sudah mendapatkan ketiga ranah pembelajaran tersebut yang tidak membuat mereka bosan dengan materi praktek yang ala kadarnya dan sering menjadi tradisi sekolah pada umumnya. Singkatnya, guru tidak harus berposisi sebagai orang yang paling banyak berbicara tapi bagaimana guru bisa menjadi pendengar dan mengawasi tingkah laku mereka di kelas, sekaligus mengklarifikasi jika terjadi kesalahan yang tidak mereka ketahui jawabannya. “THE ROLE OF TEACHER IS NOT TO BE A PRESENTER ANYMORE, BUT TEND TO BE A FACILITATOR.”
Di lain pihak, guru harus dapat memberikan evaluasi yang terbaik dalam membimbing para siswa serta memeriksa kemajuan mereka dalam belajar, menurut kondisi dan situasi masing-masing yang berbeda-beda. Hendaknya sang guru menjadi seorang instruktur yang baik dalam upaya memotivasi siswa untuk belajar, dengan ramah dan bersahabat menarik kembali siswa-siswa yang menyimpang dari jalurnya, dan membentuk mereka berkembang secara mental maupun emosional untuk mengatasi situasi-situasi kehidupan nyata yang berbeda-beda.

















BAGIAN KEDELAPAN
KEBERHASILAN ANAK DAN PESERTA DIDIK, TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan positif pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan dan kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Berbicara tentang peran serta orang tua dan guru dalam mendukung anaknya belajar, mereka, orang tua atau guru yang berpendidikan tinggi belum sepenuhnya menjamin keberhasilan anak atau siswa dalam belajar bahkan dapat menggagalkan anak tersebut untuk berprestasi yang baik.
Merujuk pada pernyataan di atas, boleh jadi atau bisa dikatakan orang tua atau guru tersebut belum paham tentang penerapan 4 teori belajar dan motivasi serta proses belajar mengajar yang tepat untuk para peserta didik yang notabene adalah anak atau siswanya sendiri. Pengalaman mengajar juga menjadi alasan utama mengapa siswa itu sampai berhasil atau tidak dalam mencapai prestasi yang gemilang. Karena pada dasarnya, belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Orang tua atau guru yang berpengalaman sudah pasti paham dengan situasi dan kondisi belajar peserta didiknya, hasil dari pengamatan yang dilakukan selama bertahun-tahun. Dari pengamatan-pengamatan tersebut, akan tercipta sebuah inovasi pembelajaran yang bertujuan untuk mengantarkan siswa berprestasi atau memiliki keterampilan hidup.
Memang benar jika dikatakan bahwa orang tua atau guru yang berpendidikan tinggi belum sepenuhnya menjamin berhasilnya anak jika mereka minim wawasan psikologi, parenting guide dan pengalaman. Dan yang paling penting adalah niat yang berasal dari dalam hati untuk ikhlas mentransfer ilmu secara maksimal kepada anak atau peserta didik. Terkadang ada orang tua atau guru yang hanya bisa belajar secara maksimal tetapi tidak mampu mengajarkan dan membagi wawasannya kepada orang lain, karena niat awal yang terpatri dalam hatinya hanya menekankan bahwa mengajar itu sekedar “ menggugurkan “ kewajiban semata bukan berlandaskan pada keinginan hati yang tulus untuk mengadakan perubahan besar-besaran (agent of change) dalam proses belajar mengajar.
Apalagi melihat keanekaragaman kecerdasan yang dimiliki anak, menuntut guru dan orang tua untuk bersikap lebih bijak dan sabar dalam menyikapinya. Keberhasilan anak, bukan hanya ditentukan oleh nilai akademis saja tapi bisa juga dilihat dari kecakapan-kecakapan lain yang berguna bagi hidup dan kehidupannya.
Jika kita hubungkan dengan sebuah aliran pendidikan yaitu “ Nativisme “, seorang filsuf pendidikan SCHOPENHAUER menyatakan bahwa, “ Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak itu sendiri.” Singkatnya, dorongan keberhasilan anak harus berasal dari dorongan hasrat untuk maju dari jiwa anak tersebut melalui cara berpikir mereka yang realistic.
Kemampuan berpikir siswa ( student’s thinking skill ) dalam memandang masa depan juga bisa mengarahkan siswa untuk lebih konsisten dan bijak memandang tujuan hidup. Dan sebagai pendidik sekaligus orang tua, kita perlu memberikan pemahaman akan pentingnya menjelajah masa depan dengan memaksimalkan cara berpikir, dan kalau seandainya gagal, itu berarti kita yang tidak mampu memaksimalkan dan mengolah cara berpikir kita untuk meniti tangga masa depan yang ditunjukkan melalui sebuah prestasi. Selain itu pemberian wawasan keilmuwan, baik ilmu terapan (keduniawian) maupun ilmu agama (ukhrawi) bahwa kita tidak bisa mengolah dunia hanya dengan wawasan keilmuwan, tapi yang terpenting adalah mengelola hati untuk menaklukkan dunia. Semoga!
Dan sejatinya, orang tua dan guru yang ingin anak atau peserta didiknya berhasil menggapai bintang, harus mempunyai kedua wawasan tersebut, agar tidak terjadi ketimpangan dan kesenjangan dalam menjelaskan makna keberhasilan ataupun kegagalan.














BAGIAN KESEMBILAN
MEMAKSIMALKAN PERAN HATI UNTUK MENDIDIK



Di dalam kelas peranan guru mungkin saja berubah seiring dengan banyaknya ragam kegiatan yang dilakukan di dalam kelas. Jika guru lihai membuat banyak perubahan dalam kegiatan pengajaran maka tingkat efektifitas belajar mengajar dapat tercapai.
Kata “fasilitator” seringkali dikaitkan dengan peran guru sebagai agen pembelajaran bukan sebagai subjek pembelajaran yang lazim disebut “Learner-centered-lessons” di mana guru haruslah memfasilitasi siswa belajar dengan cara memberikan banyak waktu belajar kepada mereka untuk membahas topik-topik yang disajikan dan guru sendiri lebih bertindak sebagai komentator yang mengomentari setiap paparan dan penjelasan yang diberikan siswa. Peran gurupun akan bertambah menjadi sumber belajar sekaligus tutor bagi para peserta didik. Peranan lain yang juga tak kalah pentingnya adalah memfasilitasi kemajuan siswa dengan beberapa cara dan strategi yang akan dibahas lebih lanjut pada bahasan kali ini sehingga kedepannya siswa akan cepat mengadopsi kegiatan pembelajaran.

A. Sebagai Pengawas
Berbicara tentang peran guru sebagai pengawas berarti berbicara tentang tanggung jawab guru untuk memberikan situasi yang kondusif terhadap terlaksananya proses dan kegiatan belajar mengajar yang aktif dan kreatif dimana siswa akan bekerja dalam kelompoknya masing-masing. Pengawas akan mengambil bagian dalam menjelaskan materi yang akan dibahas, melakukan pengulangan demi pengulangan, membaca nyaring, dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjukkan kualitas pengajaran guru di dalam kelas. Guru yang benar-benar melakukan tugasnya sebagai pengawas akan memberikan paradigm yang baik di mata muridnya karena pada posisi ini murid merasa sangat dihargai dan diberi kesempatan untuk mengeluarkan semua argumentasi mereka dibandingkan dengan hanya menjadi pendengar setia setiap ocehan gurunya. Image guru sebagai stasiun tranmisi ilmu pengetahuan akan lebih menyenangkan untuk dicerna oleh masyarakat daripada sebagai pengawas, walaupun logikanya kedua kata tersebut sama secara fungsi. Masyarakat dapat mengingat sosok guru mereka pada zaman dulu sebagai sebuah hadiah yang tidak terlupakan, yang senantiasa memberikan inspirasi dan mengarahkan mereka dengan pengetahuan melalui karismanya. Tetapi tidak semua guru mampu menginsipirasi muridnya dan memiliki karisma yang sanggup mengubah watak dan perilaku siswa dari yang tidak berpengetahuan menjadi berpengetahuan. Tentu saja, dalam menjalankan peran sebagai pengawas, tidak semua guru mahir dalam menjalankan tugasnya. Karena ketika dihadapkan pada suatu pertanyaan yang sulit yang diajukan siswa, guru yang tidak siap dengan kata lain tidak kompeten akan menemui hambatan dalam menjelaskan dengan detail apa maksud dari pertanyaan yang diberikan siswa tersebut. Dan ini sering terjadi di dalam kelas di mana guru gagal melakukan tugasnya sebagai pengawas yang kompeten. Dan ini akan sangat mengganggu suasana belajar mengajar yang terarah.

B. Sebagai Pengelola
Salah satu bagian yang paling penting sehubungan dengan tugas guru adalah mengelola siswa dalam melakukan beragam aktifitas di dalam kelas. Kegiatan yang dilakukan guru sebagai pengelola adalah memberikan informasi kepada siswa, menjelaskan tentang kegiatan apa yang akan dilakukan, membentuk siswa secara berpasangan atau kelompok dan akhirnya merangkum semua kegiatan tatap muka. Ketika siswa tidak mengerti akan tugas yang akan dilakukan atau tidak mengerti sama sekali kegiatan apa yang akan dilakukan bersama teman-teman dalam satu kelas, atau bahkan menemui kesulitan dalam membentuk kelompok bersama teman-temannya, disinilah peran guru sebagai pengelola teruji. Hal pertama yang harus dilakukan adalah melibatkan semua siswa dalam membuat keputusan. Berikan sedikit waktu luang untuk mengambil bagian dalam hal ini. Berikan penjelasan yang bijak, tegas dan konsisten bahwa kegiatan yang dilakukan adalah dalam rangka kemajuan siswa dalam belajar. Ragam kegiatan yang dilakukanpun seyogyanya memiliki tujuan yang berbeda-beda satu dengan yang lain. Dan tak lupa menjelaskan langkah-langkah pembelajaran, tentang apa yang harus dilakukan siswa pertama kali, kedua kali dan seterusnya.

C. Sebagai Penilai
Peran sebagai penilai lebih menekankan kepada pemberian feedback, correction, dan meningkatkan pemahaman siswa dengan berbagai cara. Para siswa harus diberi tahu mengapa mereka harus dinilai dan aspek-aspek apa saja yang berhubungan dengan penilaian. Mereka harus diberi tahu apa yang kita inginkan dari mereka dan target keberhasilan yang harus dicapai. Hal yang paling penting sehubungan dengan penilaian adalah keadilan. Siswa yang kritis akan mempertanyakan mengapa mereka mendapat nilai seperti ini dan itu serta mengkritisi jenis penilaian yang dilakukan oleh guru. Jika guru tidak menanggapinya atau bahkan bahkan menanggapinya tapi menyimpang dari aturan yang sebenarnya, maka bisa dikatakan bahwa guru tersebut bukanlah asesor yang baik. Reaksi ini akan menimbulkan ketidaknyamanan siswa dalam belajar. Kalaupun memang siswa mendapat nilai buruk, hendaknya dikomunikasikan dengan cara baik-baik.
D. Sebagai Pendorong atau Pembisik
Jika suatu saat siswa kehilangan ide padahal mereka sedang dalam melakukan kegiatan belajar, beri mereka penguatan agar mereka keluar dari kesulitan serta mendukung mereka dengan beberapa bantuan kalimat yang terlontar dari mulut kita. Guru tidak harus membantu mereka secara utuh, tapi memberikan kesempatan pada mereka untuk bertindak lebih kreatif lagi. Guru juga harus konsisten bahwa perlakuan tersebut harus diberikan kepada semua siswa dan bukan siswa tertentu saja.

E. Sebagai Partisipan atau Peserta
Fenomena pembelajaran yang sering terjadi adalah seringkali ketika siswa melakukan kegiatan belajar seperti diskusi, role playing, ataupun kelompok kerja eksperimen, guru senantiasa berdiri membelakangi kegiatan tersebut, membiarkan siswa belajar sendiri atau bahkan hanya berbicara pada saat siswa melakukan kesalahan. Padahal ada kalanya guru juga harus terlibat sebagai peserta dalam kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan siswa tentu saja dengan tidak menjual harga diri kita sebagai seorang guru. Ada beberapa alasan mengapa kita harus terlibat dalam kelompok diskusi siswa, selain adanya kedekatan antara siswa dan guru, kita juga bisa menjadi penggembira proses KBM. Siswa akan merasa memiliki guru secara utuh dan menikmati kegiatan pembelajaran bersama dengan guru mereka yang mungkin intensitas pertemuan keduanya sangat jarang dilakukan. Di samping sisi positif tersebut, ada pula hal negative yang harus diantisipasi oleh guru karena peran guru akan kembali menjadi dominan dibanding siswa. Hal ini dikarenakan guru memiliki wawasan yang lebih ketimbang siswa. Sehingga perlu beberapa trik khusus untuk menghindari situasi seperti ini.

F. Sebagai Sumber belajar
Untuk menjalankan peran sebagai sumber belajar, berarti guru harus menempatkan posisi mereka sebagai penolong yang siap kapan saja, tapi bukan berarti guru harus menyuapi murid terus menerus yang mengakibatkan munculnya sifat ketergantungan.

G. Sebagai Tutor
Ketika siswa melaksanakan pembelajaran baik dengan cara berpasangan ataupun kelompok, guru harus berjalan mengelilingi setiap pasangan dan kelompok dalam kelas dengan menyediakan waktu beberapa menit untuk menawarkan bantuan sekiranya siswa memerlukan penjelasan dan panduan khusus akan suatu materi pembelajaran. Jika guru tidak memposisikan diri mereka sebagai tutor yang baik, maka yang paling dirugikan dalam hal ini adalah para siswa.

H. Sebagai Pengamat
Hal yang perlu dilakukan guru sebagai pengamat adalah pemberian umpan balik kepada siswa baik secara individu maupun kelompok. Hindari segala hal yang dapat membingungkan mereka, menggantung atau memberikan kata-kata yang tidak jelas bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan topik yang sedang dibahas. Perlunya mencatat dalam lembar observasi, kegiatan apa saja yang terjadi di dalam kelas, penampilan siswa dalam belajar, serta kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar beserta keberhasilan yang dicapai.














BAGIAN KESEPULUH
NASEHAT-NASEHAT YANG MENYEJUKKAN
Sebagai seorang pendidik, penulis tetap berupaya untuk memperbaiki kualitas diri baik secara lahiriah maupun batiniah. Alhamdulillah, penulis senantiasa ditemani oleh orang-orang yang selalu nasehat menasehati dengan kebenaran dan nasehat menasehati dengan kesabaran. Penulis menyadari bahwa kecerdasan yang paling utama diantara beragam jenis kecerdasan adalah bagaimana seorang pendidik mengelola ESQ dalam dirinya ( Emotional Spritual Quotient ) ketika mendidik anak-anak mereka maupun peserta didik. Tipikal guru seperti ini sudah pasti membuat anak dan peserta didik merasakan nikmatnya diperlakukan dengan penuh kasih sayang dalam proses belajar mengajar meskipun kapasitas pemahaman mereka berjalan perlahan. Tapi dengan pemberian motivasi dan perhatian dari sang pendidik, penulis yakin mereka akan berbuat semaksimal mungkin, perlahan, namun pasti. Keberadaan yang senantiasa dihargai oleh sang pendidik membuat mereka bangkit dari kemalasan yang menghantui hari-hari mereka.
Pembaca yang budiman, penulis sangat menyadari bahwa terkadang ada perasaan kesal yang mengakibatkan marah sehingga penulis harus mengomel di depan kelas karena peserta didik yang tidak merespon penjelasan dari penulis atau membuat keadaan di dalam kelas hiruk pikuk. Tapi penulis sadar bahwa semua itu hanyalah ujian kecil buat sang pendidik dibandingkan dengan ujian berat yang dihadapi oleh Rasulullah SAW ketika berdakwah dan mendidik kaum kafir menjadi muslim sejati. Jika terlintas perasaan marah dalam diri penulis, bayangan perjuangan Nabi Muhammad SAW selalu menjadi penyejuk dan pengontrol hati yang gundah. Ucapan Istighfar “ Astaghfirullahaladzim…” tak henti-hentinya penulis ucapkan demi mengusir roh jahat yang senantiasa membuat penulis kehilangan Kontrol emosi.
Penulis sangat menyadari bahwa semua orang pastinya haus akan ilmu yang menyejukkan jiwa. Dan itu hanya bisa didapat jika kita mau berkumpul bersama orang-orang yang seiman, para alim ‘ulama yang senantiasa mentadaburi ayat-ayat Allah dan menauladani sifaturrosul Muhammad SAW. Mereka adalah penyambung lidah Rasulullah, orang-orang yang akan selalu mengingatkan kita untuk menjauhi apa yang menjadi larangan Allah, dan menjalankan apa yang menjadi perintahNya. Dengan berbaur bersama mereka penulis yakin, semua pendidik di Indonesia akan cerdas lahir dan bathin. Amin!
Pembaca yang budiman, Alhamdulillah dengan ilmu yang penulis dapatkan dari orang-orang bijak tersebut, penulis berusaha untuk mentransfernya kepada sang buah hati juga ibu-ibu majelis ta’lim di kampung sendiri. Penulis sadar bahwa “ Allah sangat menyukai orang-orang yang mau belajar dan mengajarkannya.” Untuk itu apa yang menjadi kesukaan Allah wajib kita laksanakan kalau kita ingin mendapat jannahNya. Untuk itu, penulis menyempatkan diri selama 2 jam setiap hari Jumat, untuk memberikan wawasan keislaman kepada mereka. Sementara untuk menambah wawasan keislaman diri penulis sendiri, waktu 3 jam pada hari kamis, penulis manfaatkan untuk mengkaji ayat-ayat Allah beserta teladan-teladan yang baik yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW beserta sahabat dari para alim u’lama.
Pembaca yang budiman, waktu yang diberikan Allah SWT hanya 24 jam dalam 1 hari. Jika kita tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka niscaya kita akan menjadi orang-orang yang merugi. Untuk itu marilah kita manfaatkan waktu dan sisa umur yang diberikan Allah kepada kita untuk bisa berbuat lebih baik dan bermanfaat bagi orang banyak. Sabda Rasulullah SAW, “ Hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan esok harus lebih baik dari hari ini. Mudah-mudahan setiap amalan yang kita lakukan untuk kemaslahatan ummat menjadi bekal buat kita kelak tatkala menghadapNya. Amiin yaa Robbal ‘alamiin.



SELESAI



DAFTAR PUSTAKA
De potter, Bobby dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Kaifa, Bandung, 2001
_________________, et al., Quantum Teaching, Kaifa, Bandung, 2001
Dimyati dan Drs. Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran . Ideal Bandung, 2006
Dorothy. Teaching The Communicative Use of English. Harvard Educational Review, 1981
Dryden, dan Vos, Revolusi Cara Belajar: Belajar akan Efektif kalau anda dalam keadaan ” Fun “, Kaifa, 2001
Mackey. Teaching English as a Foreign Language . Ronald Press New York, 1957
Meier, Dave, “ The Accelerated Handbook : Panduan Kreatif dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, Kaifa, Bandung, 2002
Pye, Diana dan Grenall Simon. Improving Listening and Speaking Skill. Cambridge, 2003
Stevick, Eearl W. Memory, Meaning and Method. Rowley, Massachussets: Newbury House Publishers, Inc, 1976
Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Pengajaran Berkualitas. Sinar Baru Algesindo Bandung, 1989
Sudjana, Nana. Cara Belajar Siswa Aktif . Sinar Baru Algesindo, Bandung,1989
Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. Tehnologi Pengajaran. Ideal Bandung, 2001

Sutikno, M. Sobry, Menggagas Pembelajaran efektif dan Bermakna, NTP Press Mataram, 2007
Syamil Al- Qur’an, Al Qur’anul Karim, Departemen Agama RI. Bandung,2007
Wallace, Michael. J, Action Research for Language Teacher, Cambridge University Press, 1998
Wenger, Win. Beyond Teaching and Learning. Cara Praktis menerapkan Quantum Teaching and Learning. Penerbit Nuansa Bandung, 2003
Wright, Tony., The Roles of Teachers and Learners. Oxford: Oxford University Press, 1987












BIOGRAFI PENULIS
DAYANG SURIANI, SPd. Lahir di Balikpapan, 9 Agustus 1974, istri dari Zaini Widodo, S.Sos dan Ibu dari 2 buah hati tercinta yaitu, Amira Syafana dan Muhammad Hisyam Al Aushaf yang selalu mendukung setiap aktifitas rutin yang beliau lakukan. Setelah menamatkan sekolah formalnya dari jenjang TK, SD, SMP, SMA, beliau melanjutkan studinya di Universitas Mulawarman jurusan Bahasa Inggris untuk jenjang S 1. Pada saat menduduki semester 3 di bangku perkuliahan, beliau mendapat amanah untuk mengajar Bahasa Inggris di SMP Widya Praja Samarinda, Favorite dan Borneo English Course. Selanjutnya, pada saat semester 6 beliau mendapat amanah dari Dr. Saraka, M.Pd untuk menjadi asisten dosen di beberapa Universitas dan Akademi swasta di Samarinda seperti : STIMIK, Akademi Pariwisata dan Akademi Perawat Muhammadiyah. Selama duduk di bangku kuliah, Alhamdulillah, beliau mendapat beasiswa Jepang dan Tunjangan Ikatan Dinas dari Pemerintah. Pengalaman mengajar yang sangat berharga tersebut mengantarkan beliau melakukan prosesi wisuda dengan masa perkuliahan selama 4 tahun.
Setelah tamat dari Universitas Mulawarman, beliau mendapat posisi sebagai PNS tanpa test, kelanjutan dari penerima beasiswa Ikatan Dinas semasa kuliah. Alhamdulillah, beliau tidak sempat menganggur dan mengikuti test sana sini hanya untuk sebuah pekerjaan. Bantuan Allah yang begitu banyak pada dirinya hingga beliau bisa menggapai cita-citanya menjadi seorang pendidik. Beliau memulai karir menjadi “ Guru berstatus “ pada tahun 1998 di SMA Negeri 4 Balikpapan. Sebagai guru baru pastinya beliau harus banyak belajar dan belajar hingga menjadi guru yang sempurna. Alhamdulillah, pada tahun 1999, beliau mendapat kesempatan menjadi guru Tadika Hana, Melawati street, Kuala Lumpur selama 3 bulan. Pengalaman beliau semakin bertambah karena semula siswa yang dihadapi adalah remaja menuju dewasa menjadi guru bagi sang “ budak-budak “ kata orang Malaysia. Beliau betul-betul merasakan nikmatnya menjadi guru TK sampai beberapa buku dan CD dari sana di bawa khusus untuk menambah khasanah wawasan pengajaran setibanya di Indonesia, khususnya Balikpapan.
Pada tahun 2006, beliau dinobatkan sebagai Juara 3 Guru Berprestasi tingkat SMA/SMK/MA se- kota Balikpapan. Kemudian pada tahun 2008, kembali dinobatkan sebagai Juara 2 Guru Berprestasi tingkat SMA/SMK/MA se- Kota Balikpapan. Pada bulan Mei 2008, beliau kembali mendapat kesempatan dari Pemerintah Malaysia untuk mengikuti Seminar Parenting dan Pelatihan CCU selama 2 minggu dan dinobatkan sebagai peserta terbaik, dan semua itu adalah sebuah penghargaan atas dedikasi beliau saat mejadi guru di Tadika Hana.
Hobi menulisnya yang sempat terhenti semenjak di perkuliahan dulu kini mulai ditekuni kembali pada tahun 2004 sampai sekarang, dan sekitar 15 tulisan berhasil diterbitkan di Harian Kaltim Post, Tribun Kaltim, Post Metro Balikpapan dan Majalah Pendidikan Exclusive dan Majalah Bahasa Inggris Dialogue. Sementara 7 tulisan lain masih tentang pendidikan bisa dilihat di http://teachereducationalwriter.blogspot.com/. Buku perdana beliau “ Mendidik dengan Hati “ merupakan sebuah uji coba yang mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi para pendidik.
Kepindahannya dari SMAN 4 ke SMAN 2 Balikpapan, membuat beliau bertambah yakin bahwa akan banyak inovasi baru pendidikan yang menunggu untuk diwujudkan. Semoga Allah SWT menganugerahkan kesehatan yang banyak pada beliau hingga bisa berbuat lebih banyak untuk masa depan pendidikan. Amin yaa Robbal ‘alamin.

FORMULIR EVALUASI DAN UMPAN BALIK
Penulis membutuhkan bantuan dan saran anda untuk terus memperbaiki tulisan sederhana ini. Masukan dan saran Anda untuk karya ini sangat penulis hargai.
Silahkan isi formulir ini dan kirimkan kepada penulis seperti arahan di bawah ini :
1 = Sangat tidak puas
2 = Kurang
3 = Puas
4 = Biasa
5 = Sangat Puas
Atas umpan balik Anda, penulis mengucapkan ribuan terima kasih.
Judul Buku : _______________________________________________________
1. Secara keseluruhan, bagaimana tingkat kepuasan Anda terhadap buku ini?_____
2. Konsep atau metode khusus apa yang menurut Anda paling banyak membantu?
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
3. Konsep atau metode khusus apa yang menurut anda paling sedikit membantu?
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
4. Faktor apa yang paling menentukan Anda jika ingin membeli buku?
_________________________________________________________________
_________________________________________________________________
5. Subjek / topik apa yang menurut Anda sebaiknya disajikan dalam buku berikutnya?
______________________________________________________________________ ______________________________________________________________________

Nama : ___________________________________________________________
Alamat : ___________________________________________________________
____________________________________________________________

Jawaban Anda dapat dikirim melalui email: dayangsuriyani@yahoo.co.id




Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger