Selasa, 30 Desember 2008

Guru Sejati, Catatan buat sang Pemegang Kebijakan

Kalau kita melihat sosok seorang guru, maka yang ada dalam benak kita adalah seorang laki-laki tua yang berwibawa, mengendarai sepeda dayung, membawa tas tua yang sudah usang dan bergelar Oemar Bakri seperti sebuah lagu yang dikumandangkan oleh Iwan Fals. Sosok guru tersebut adalah guru tempo dulu yang bijaksana, tidak neko-neko malah lebih terkesan “ nerimo” dengan segala bentuk perlakuan yang diberikan oleh para pemegang kebijakan. Sungguhpun demikian, guru masa kinipun tetap bijak dan tanpa pamrih menularkan apa yang bisa ditularkan bagi para peserta didik. Tidak pernah terbesit sedikitpun balas jasa atau setumpuk uang sebagai imbalan untuk jasa-jasanya. Dengan kesederhanan yang senantiasa terpatri dalam hati, sang pendidik berjuang mencerdaskan tunas-tunas harapan bangsa. Apalagi imbalan dan janji-janji yang diberikan oleh sang pembesar tidak seberapa bahkan tidak mencukupi kebutuhan anggota keluarganya, tetapi dengan keyakinan yang kuat bahwa dibalik sebuah ujian pasti ada hikmah, para guru cerdik memutar otak mereka untuk mendapat tambahan-tambahan biaya yang sekiranya mampu menutupi semua kebutuhan yang diperlukan oleh keluarganya. Dengan mengandalkan otak dan kecerdasan, mereka memberikan pelajaran tambahan bagi para siswa yang sekiranya membutuhkan perlakuan khusus terhadap pelajaran tertentu. Dengan penuh kasih guru berupaya mentransfer seluruh ilmu dan wawasannya demi membuat siswanya faham dan mampu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh guru. Tak sedikitpun gurat-gurat kekecewaan muncul dari wajah sang pendidik manakala melihat siswa mereka belum mampu melaksanakan apa yang diharapkan walaupun sudah dijelaskan berulang kali. Dengan penuh keihklasan, pengulangan demi pengulangan dilakukan demi membuat siswa tersebut paham apa yang beliau terangkan. Demikianlah sosok betara guru yang mulia nan terhormat, predikat yang sangat berat pertanggungjawabannya, seperti yang diambil dari bahasa Sanskerta.
Nugroho dalam pengukuhan Guru Besar ( 1996 ) sebagaimana dikutip Ristono (1999) mengemukakan tiga profesi yang dibedakan atas kejujurannya sehingga menjadikan profesi guru menjadi sangat terhormat sekaligus berat yakni :
1. Guru, tidak boleh bohong dan tidak boleh salah
2. Peneliti, tidak boleh bohong, tetapi boleh salah, dan
3. Pejabat, boleh bohong dan boleh berbuat salah.
Tanpa harus mempersoalkan lebih jauh tiga kalimat di atas, telah dapat dipetik satu simpulan dari ketiganya bahwa ketulusan, kejujuran dan kecerdasan merupakan satu totalitas yang harus dimiliki guru . Tentu saja profesi lain pun mempersyaratkan dimilikinya tiga karakter tersebut. Bedanya, terhadap guru tidak ada toleransi terjadinya “human error”. Kesimpulannya, profil guru haruslah seorang yang sempurna yang tidak boleh melakukan kesalahan, karena sedikit berbuat salah banyak pihak yang menanggung akibatnya. Lantas, bagaimana dengan orang-orang terbiasa berbuat salah tapi tidak pernah diberi ganjaran yang setimpal atas apa yang diperbuatnya. Haruskah guru yang menanggung akibat dan menjadi terdakwa atas semua kesalahan orang-orang yang pernah dididiknya? Apakah guru tidak berhak menyuarakan isi hatinya bahwa dia juga adalah seorang manusia yang pastinya tidak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan? Pengorbanan yang dilakukan oleh guru tempo dulu maupun sekarang sudah sepatutnya menjadi perhatian para pemegang kebijakan jika ingin melihat pendidikan di Indonesia maju dan berkualitas dengan para pendidik yang sejahtera lahir dan batin. Tapi, bagaimana itu bisa terjadi jika penghormatan dan pemberian kesejahteraan terhadap guru hanya jalan di tempat? Bisakah generasi muda dan para pemegang kebijakan lebih menghargai pentingnya profesi guru untuk mencetak sumber daya manusia yang handal?
Setelah pendidikan di Indonesia terpuruk dan jauh ditinggalkan oleh Negara-negara tetangga, barulah kita tersadar bahwasanya nilai guru tidak pernah dihargai sebesar pengabdian yang diberikan kepada anak bangsa. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa, bukanlah lagi sebutan indah nan merdu ditelinga. Guru harus ditandai jasanya jika ingin mutu pendidikan di Indonesia semakin maju dan sejajar dengan Negara lain. Penghargaan terhadap guru akan memicu terjadinya peningkatan profesionalisme guru dan berdampak positif bagi tercapainya proses belajar mengajar yang berkualitas.

Bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme guru sehingga berdampak positif bagi tercapainya proses belajar mengajar yang berkualitas?

Untuk menemukan keterkaitan antara kesejahteraan dan profesionalisme guru.

Tulisan ini dibuat agar dapat memberikan manfaat yang bersifat persuasif (mengajak) pembaca untuk mengambil yang benar, mengoreksi yang salah, sebagai berikut.
1. Tumbuhnya kesadaran para guru bahwa profesionalisme guru patut dimiliki agar sumber daya manusia bangsa Indonesia tidak semakin tertinggal.
2. Dapat memberikan motivasi dan solusi kepada para guru bahwa pemerintah melalui PGRI akan meningkatkan kesejahteraan guru seperti yang telah dijabarkan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen.
3. Sebagai bahan masukan bagi sang pemegang kebijakan terutama organisasi guru PGRI untuk memperjuangkan kesejahteraan Guru agar profesionalisme guru dapat meningkat.



A. PROFESIONALISME GURU HARUS DIJUNJUNG TINGGI
Kita telah memasuki abad ke-21 yang dikenal sebagai abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasa utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era denga tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Dampaknya adalah perubahan paradigma manusia terhadap pendidikan.
Kemerosotan pendidikan kita sudah terasa selama bertahun-tahun. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya sangat dipengaruhi faktor internal dan eksternal . Faktor internal meliputi minat dan bakat. Sementara faktor eksternal meliputi lingkungan sekitar, sarana dan prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan oleh guru. Kita terkadang menemukan ada seorang guru yang mengajar bukan karena minat tetapi karena terpaksa masuk FKIP dan akhirnya mengajar. Bisa dibayangkan betapa setengah hatinya sang guru mengajar. Sedangkan faktor lingkungan, sarana dan prasarana, pelatihan guru dan upah yang minim juga merupakan faktor yang mampu menghambat ke arah terwujudnya profesionalisme guru.
Banyak di antara guru yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000). Hal ini tidak boleh terjadi dalam dunia pendidikan di abad pengetahuan. Sosok penampilan guru harus ditandai dengan keunggulan dan nasionalisme dan jiwa juang, keimanan, ketakwaan, penguasaan IPTEK, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan yang terpenting kesejahteraan lahir batin.
Jika persyaratan tersebut mampu didukung oleh sang pemegang kebijakan, maka guru pasti siap menghadapi tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam mencari solusi untuk menjawab tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif. Jadi, sudah tidak dapat disangkal lagi untuk menjadi guru yang berkualitas, diperlukan profesionalisme guru yang tinggi.

B. HUBUNGAN PROFESIONALISME GURU DENGAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
Menurut “ Journal Education Leadership” (Maret,1994) mengemukakan bahwa ada lima ukuran seorang guru dinyatakan professional. Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemajuan belajar siswa melalui berbagai tehnik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas. Kelima, seyogyanya menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya.
Mengacu pada ukuran profesionalisme guru di atas,dapatlah langsung terjawab tentang bagaimana hubungan profesionalisme guru dengan prose belajar mengajar. Seorang guru dikatakan professional dalam mengajar jika menguasai proses belajar mengajar, menguasai siswa, proses belajar, bahan ajar, metode, evaluasi dan selalu bermitra dengan masyarakat untuk menunjang kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawab guru.
Selain itu, guru yang professional harus memiliki sifat dan kepribadian tertentu yang amat penting dalam menunjang proses belajar mengajar yaitu adaptabilitas, antusiasme, kepercayaan diri, ketelitian, empati, dan kerjasama yang baik.
Dapat dikatakan bahwa ada keterkaitan yang erat antara profesionalisme guru dengan kemampuannya mengelola proses belajar mengajar.

C. UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU SEHINGGA BERDAMPAK POSITIF TERHADAP KELANCARAN PROSES BELAJAR MENGAJAR
Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang professional di abad 21 yaitu :
1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
2. Penguasaan ilmu yang kuat;
3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada Sains dan Teknologi; dan
4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan.
Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang professional.
Perkembangan profesionalisme guru menjadi perhatian global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Guru bisa saja dalam menjalankan tugas dan profesinya, bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya. Namun tindakan guru terkadang tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk maka keinginan atau teknik yang diinginkan guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Bisa dikatakan,guru selalu diintervensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi yang mematikan profesi guru sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai pemberi instruksi pun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat perangkat pembelajaran dan penilaian yang demikian banyak tanpa diimbangi dengan pemberian insentif atas sumbangsih pemikiran yang dituangkan melalui hitam di atas putih. Apalagi seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas 5 tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali membuat RPP maka waktu dan energi guru untuk belajar menambah wawasan seakan terbuang.
Untuk menjawab masalah-masalah tersebut, perlu dilakukan beberapa upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru antara lain..
1. Meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Diharapkan seorang guru ideal harus bergelar sarjana sesuai dengan latar belakang pendidikan masing-masing. Penyetaraan S1 telah dilaksanakan dan didanai oleh pemerintah. Sayangnya penyetaraan yang telah diusahakan tidak akan bermakna jika guru yang bersangkutan tidak memiliki kekuatan dari dalam secara sadar untuk melakukan perubahan.
2. Mengadakan program sertifikasi secara berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu guru berikut kesejahteraannya. Namun, setelah para guru menyiapkan perangkat administrasi pembelajaran kemudian melalui beberapa tahapan dalam uji sertifikasi, hasil kelulusan yang sangat ditunggu-tunggu seperti belum ada titik terangnya. Proses penantian yang begitu panjang ditambah dengan ketidakjelasan penambahan gaji pokok, menambah polemik ditubuh sertifikasi. Kejelasan terhadap kebijakan sertifikasi perlu disosialisasikan sehingga tidak ada tuding kanan dan kiri serta menyalahkan pihak-pihak tertentu yang belum tentu patut disalahkan.
3. Menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang diterapkan pemerintah jika gaji guru rendah tidak akan terwujud. Untuk memenuhi semua itu, perlu diberikan penambahan insentif bagi guru yang benar-benar professional dan loyal dalam mengajar. Waktu yang dihabiskan atau selama 6 hari mengajar dari senin hingga sabtu, wajib diperhitungkan nilai rupiahnya, apalagi jika jam mengajar dipatok dari jam 7.00 pagi sampai jam 16.00 sore hari. Perhitungan jam kerja nyata tersebut akan memberi angin segar bagi para guru untuk semangat menyambut tantangan inovasi pembelajaran kini dan nanti.

A. Kesimpulan
Berdasarkan paparan-paparan yang dikemukakan oleh penulis tadi, berikut dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Profesionalisme guru bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan keterampilan yang tinggi sesuai denga tingkah laku yang disarankan.
2. Profesionalisme guru harus dijunjung tinggi oleh para pemegang kebijakan dan pihak-pihak yang mewadahi dunia pendidikan, sehingga guru akan semakin tertantang untuk mengadakan perubahan-perubahan dinamis dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
3. Upaya peningkatan profesionalisme guru harus segera direalisasikan untuk menghindari kesimpangsiuran yang berkaitan dengan kesejahteraan guru.
4. Pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan dunia pendidikan hendaknya bahu membahu mengentaskan permasalahan pendidikan dengan tidak berupaya menunda-nunda pencarian solusi karena tidak adanya “dana taktis” yang dianggap sebagai win-win solution.

B. Saran
Beberapa saran juga diperuntukkan bagi pihak-pihak yang terkait dengan dunia pendidikan sebagai berikut.
1. Para guru hendaknya mengubah paradigm pendidikan yang berorientasi pada dirinya agar siswa mampu meraih kecakapan hidup sebagai bekal menghadapi tantangan masa depan.
2. Peranan sekolah dalam hal ini kepala sekolah seharusnya memberikan banyak peluang agar guru terpacu untuk meningkatkan dan mengembangkan profesionalismenya.
3. Pemegang kebijakan dalam hal ini Mentri Pendidikan Nasional hendaknya bahu membahu mengedepankan profesi guru untuk menjadi satu yang terbaik diantara berbagai profesi sehingga akan berimplikasi terhadap kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia.

1 komentar:

sekar mengatakan...

I am fresh person aspire after is same of article which mother make that is about real,note teacher make the policy owner. I like article which is one this because ...
in the text consisting in many things which could probably become Iesson make us. so that can esteem teacher service.
sentence hereunder is one of the sentence which I like
1. Teacher, may not lie and may not be wrong
2. Researcher, may not lie, but may be wrong, and
3. Functionary, may lie and may do wrong.
the sentence is true draw teacher situation. which is as real correct as its . which very differ from other profession of the text
teacher is warrior without honors
teacher always teach us many matter from early the text do not know something. until later we become one who succeed;
although wait our him become one who is success, but a teacher will remain become a teacher whom teach and continue to teach.
I are proud with teacher profession.


one word which I wish to say for the teacher of .
I love you. and will continue to remember your service to the death me.
continue struggle my teacher.!!!!!!!!!!


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Flowers and Decors. Powered by Blogger