Sepasang mata bening itu menatapku tajam, seolah-olah ingin tahu semua hal yang aku jelaskan. Wajah lugunya mengisyaratkan bahwa dia adalah seorang anak yang masih harus banyak menimba ilmu, belajar dan belajar. Walaupun waktu hampir menjelang magrib, tak sedikitpun raut kelelahan tampak dari wajah manisnya setelah seharian bekerja di pasar membantu orang tuanya. Indah, sebuah nama yang indah, adalah seorang bocah berusia 7 tahun dan belajar di Home Schooling ASAH PENA pada sore hari. Waktu pagi hari yang seharusnya digunakan untuk belajar di sekolah formal berganti dengan bekerja membantu orang tuanya berjualan ataupun membantu mengangkatkan barang para penjual dan pembeli di pasar sehingga mendapatkan upah seadanya untuk membantu menopang hidup keluarganya.
Pertama kali aku melihatnya, miris sekali melihat kondisi Indah yang kurus, berbaju kaos dan celana pendek apa adanya disertai wangi-wangian yang berasal dari pasar. Tapi hal itu tidak menjadi rintangan bagiku untuk membagikan ilmuku kepada orang yang membutuhkan. Akupun bertanya padanya, “ Indah tidak sekolah di SD negeri ya, nak?” Dia pun menggeleng seraya berucap, “ Tidak, bu. “ Mengapa, nak? Kan sekolah gratis,“ tanyaku lagi. Dengan malu- malu dia menjawab,” Kata mama, tidak ada uang untuk membeli baju seragam dan buku pelajaran. “ Indahpun menunjukkan senyuman yang paling manis di hadapanku, sambil melanjutkan tugas yang aku berikan padanya. Indah…Indah… di tengah himpitan hidup, kamu masih bisa tersenyum manis dan tetap semangat meniti masa depan yang menurutku terasa terjal. Jawaban yang dia berikan, betul-betul mencerminkan sebuah pertanyaan, “Inikah yang dinamakan sekolah gratis?” Walaupun jawaban itu tidak secara spontan keluar dari mulutnya yang mungil, tapi aku tahu, jika nanti menjelang dewasa, Indah pasti akan mempertanyakan hal itu.
Sebenarnya, Indah tergolong anak yang cerdas. Setiap aku selesai menjelaskan satu materi tertentu, Indah pasti bisa melakukannya dengan sempurna, sama sempurnanya dengan jawaban anak-anak yang diberi makanan bergizi dan belajar di sekolah formal. Bersama teman-teman yang senasib dengannya, Indah begitu rajin dan tekun melakukan aktifitas pembelajaran. Matanya berbinar-binar tatkala selesai melakukan tugas yang aku perintahkan, dan mengumpulkannya sambil berlari menuju kearahku. “ Bu, aku sudah selesai.” Aku memeriksa semua pekerjaan Indah. “ Bagus, Indah, tidak ada yang salah, Indah memang hebat, jawabku sambil menunjukkan dua jempol kepadanya. “ Indah pun melompat-lompat tanda kegirangan. “ Tapi kegirangan itu tidak berlangsung lama karena Indah menanyakan tugas berikutnya. “ Belajar apa lagi, Bu?” Indah begitu bersemangat menanti ilmu-ilmu yang pastinya akan sangat bermanfaat baginya kelak. Akupun menyambut tantangan Indah dengan mengajak semua murid bermain permainan bahasa Inggris yang sangat mudah. Indahpun mengajak semua teman-temannya untuk segera berdiri, dan menggerakkan tubuh mereka melalui permainan dan lagu“ UP and DOWN and SHAKE, shake, shake “ . Pada awalnya, teman-teman Indah terlihat malu-malu untu melakukannya. Tapi melihat Indah yang lincah dan gesit mengikuti gerakanku, mereka seperti terhipnotis untuk melakukan hal serupa. Dengan serta merta Indah memberikan komando layaknya seorang polisi wanita kepada teman-temannya untuk bersiap-siap belajar bahasa Inggris. “ One, two, three, go!!!” Alhamdulillah, dengan komando yang Indah berikan beserta arahan-arahan dariku, semua murid bisa melakukan permainan “Up and Down” tersebut dalam 2 arahan, formasi pertama dan formasi terbalik sehingga membuat suasana belajar menjadi riang gembira. Belajar menjadi suatu hal yang sangat menggembirakan bagi mereka terlihat dari senyuman, gerakan dan ucapan bahasa Inggris yang sangat lucu, terlontar dari mulut Indah dan teman-temannya.
Indah memang seorang anak yang menyukai pelajaran bahasa Inggris, tak terkecuali teman-temannya. Mereka begitu antusias jika belajar Tidak pernah sedikitpun mereka bercanda dan mengobrol sana-sini ketika guru menjelaskan sebuah materi kepada mereka. Indah dan teman-temannya memperhatikan dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh guru mereka sehingga mereka dapat dengan mudah melakukan tugas-tugas yang diberikan. Ketika jam belajar selesai, Indah selalu menanyakan untuk diberikan tugas berupa pekerjaan rumah olehku. Sebagai guru bijak, aku tidak akan menghalagi niat seorang anak untuk belajar walaupun di tengah kondisi yang kurang begitu menguntungkan. Tapi, sebelumnya, aku bertanya padanya, “ Indah tidak capek kalau diberikan PR?” Nanti tidurnya kurang, nak.” Indah menjawab, “ Tidak kok, bu.” Aku pasti sempat mengerjakannya. Aku pasti bisa, harus bisa. “ Aku mau belajar banyak , bu soalnya aku ingin menjadi seorang polisi wanita,” katanya sambil menengadahkan kedua tangannya keharibaan Illahi. ” Amin! “ bersama teman-temannya, akupun mengamini doa Indah.
Sebelum berpamitan pulang, Indah kembali memimpin teman-temannya untuk berdoa dan mengucapkan salam ke dalam bahasa Inggris. Dengan tegas dan lugas dia berkata, “ Ok, friends, let’s pray together. Pray start!” Kemudian secara bersama-sama mereka membaca surah Al-Ashar, surah yang menjadi penutup aktifitas pembelajaran. Setelah selesai, Indah kembali menutup perjumpaan dengan berkata, “ Say salam !” Teman-temanpun berteriak mengucapkan “ Assalamualaikum wr.wb” kepadaku dan guru-guru lain kemudian berpamitan dengan sopan sambil mencium tanganku dan rekan-rekan guru yang berjumlah 4 orang. Setelah menyalamiku dan teman-temanku, mereka berlari menuju rumah mereka masing-masing. Indah menjadi bocah terakhir yang menyapaku dengan tantangan belajar selanjutnya, “ Bu, besok, belajar lagi ya.” Aku pun tersenyum dan menganggukkan kepalaku seraya mengelus rambutnya, “ Ya, Indah sayang. Hati-hati di jalan ya, nak!” kataku sambil melambaikan tangan padanya. Indah pun berlari kencang menyusul teman-temannya.
Indah… namamu memang Indah, seindah semangat belajarmu yang menyala-nyala. Keinginan hatimu yang mengatakan “ Aku harus bisa “ menjadi contoh bagi anak-anak lain untuk bisa berbuat lebih dari yang kamu lakukan. Mudah-mudahan Allah SWT mengabulkan cita-citamu yang begitu mulia. Amin, Yaa Robbal Alamin.”